Jakarta: Pelaku usaha menyambut baik kunjungan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese ke Indonesia sebagai negara pertama yang dikunjunginya pascamenjabat. Kunjungan ini diharapkan dapat memajukan hubungan bilateral dan kerja sama ekonomi di antara Indonesia-Australia.
Wakil Ketua Umum Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan kunjungan PM Anthony tersebut mencakup berbagai mata agenda, mulai dari politik keamanan hingga ekonomi. Menurutnya, kunjungan ini memberikan sinyal positif dan encouraging bagi pelaku usaha Indonesia.
"Bukan hanya terhadap potensi peningkatan hubungan ekonomi bilateral kedua negara, tetapi juga terhadap stabilitas pemulihan ekonomi dan peningkatan pertumbuhan nasional pascapandemi melalui penciptaan berbagai kerja sama baru dan pemanfaatan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA CEPA) yang lebih maksimal di masa mendatang," ujar Shinta dilansir dari keterangan resmi, Selasa, 7 Juni 2022.
Dalam dua tahun sejak berlakunya IA CEPA pada Juli 2020, total nilai perdagangan Indonesia-Australia mengalami peningkatan yang pesat, dari USD7,8 juta di 2019 menjadi USD12,6 juta. Namun, bila dilihat arus perdagangannya, peningkatan impor Indonesia terhadap produk Australia jauh lebih besar dibandingkan peningkatan ekspor Indonesia ke Australia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), impor Indonesia dari Australia meningkat sebesar 70,8 persen dari USD5,5 juta di 2019 menjadi USD9,4 juta di 2021. Sementara ekspor Indonesia ke Australia pada saat yang sama meningkat sebesar 34,8 persen, dari USD2,3 juta di 2019 menjadi USD3,2 juta di 2021.
Data UN Trademap menunjukkan bahwa struktur ekspor Indonesia ke Australia lebih didominasi oleh produk bernilai tambah, seperti komponen produk elektronik, permesinan, besi-baja & produk berbahan dasar kayu. Pasca IA CEPA pun kinerja ekspor produk-produk ini mengalami peningkatan pesat di mana semua produk ekspor unggulan tersebut mencatatkan kinerja ekspor tertinggi dalam lima tahun terakhir.
"Jika dilihat dari sisi investasi, Australia merupakan sumber FDI yang relatif cepat rebound hingga pada 2021," kata Shinta.
Dia bilang, sejumlah proyek investasi Australia di Indonesia sudah hampir kembali pada level pre-pandemi. Investasi ini diperkirakan akan terus meningkat, mengingat arus investasi Australia ke Indonesia, khususnya di sektor jasa, sempat tersendat sepanjang pandemi karena pembatasan mobilitas internasional dan penundaan pelaksanaan beberapa komitmen kerja sama seperti pertukaran tenaga ahli dan profesional.
Booming impor Indonesia dari Australia pasca IA CEPA (2021) tidak terlepas dari peran pembentukan powerhouse industri pangan nasional dengan Australia. Meskipun terdapat faktor kenaikan harga komoditas pangan sepanjang 2021, peningkatan impor Indonesia dari Australia disebabkan oleh impor atas gandum yang melonjak hingga 532 persen dibandingkan 2019.
Adanya kombinasi antara pembentukan rantai pasok eksportir gandum Australia dengan industri makanan dan minuman nasional dengan pemanfaatan IA CEPA oleh Australia menciptakan pertumbuhan kinerja perdagangan yang jauh lebih eksponensial.
Perbedaan ini terlihat pada peningkatan impor batu bara yang mencapai 61 persen yang hanya ditopang oleh kenaikan harga komoditas energi di sepanjang 2021, meskipun faktor kenaikan harga batu bara sepanjang 2021 jauh melebihi kenaikan harga gandum.
Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan IA CEPA oleh Indonesia di masa mendatang untuk mendongkrak kinerja ekspor ke Australia, bukan hanya perlu ditingkatkan dari segi kuantitas ekspor, tetapi juga perlu difokuskan pada pembentukan rantai pasok dan powerhouse, khususnya untuk produk-produk bernilai tambah nasional yang tidak hanya bisa dipasarkan di Australia, tetapi juga pasar-pasar tujuan ekspor lain di dunia.
Shinta memaparkan, upaya pemerintah dalam peningkatan pemanfaatan IA CEPA oleh pelaku usaha Indonesia perlu memperhatikan beberapa hal seperti aspek sosialisasi, edukasi dan asistensi, serta eksplorasi dan sustainability.
"Aspek sosialisasi, sebaiknya tidak sekedar menginformasikan tetapi juga mengedukasi penggunaan preferensi dagang dan investasi yang dimiliki oleh pelaku usaha Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar yang lebih baik ke Australia melalui IA CEPA. Aspek edukasi dan asistensi/bantuan, khususnya dalam hal kepatuhan perdagangan dan pemenuhan standar pasar Australia yang jauh di atas standar pasar yang berlaku di Indonesia dari segi sanitary & phytosanitary maupun dari segi teknis perdagangan, termasuk penilaian kesesuaian terhadap standarnya," terangnya.
Aspek eksplorasi pasar serta business matchmaking, lanjut Shinta, pelaku usaha Indonesia diharapkan untuk dapat memanfaatkan potensi Australia seperti produk otomotif, produk elektronik, produk plastik, karet, perhiasan, dan lainnya.
Dalam hal ini Pemerintah perlu membantu, bukan hanya dalam hal eksplorasi potensi pasar dan potensi pembentukan rantai pasok dengan Australia di mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif melalui IA CEPA, tetapi juga dukungan business matchmaking untuk penyaluran produk ekspor nasional yang lebih optimal di pasar Australia.
Mengenai aspek sustainability, menurut Shinta, karena perdagangan adalah kegiatan ekonomi yang dinamis, maka bila Indonesia ingin terus meningkatkan kinerja perdagangan dan investasi dengan Australia melalui IA CEPA, Indonesia perlu terus menerus meningkatkan daya saing iklim usaha nasional, meningkatkan daya saing produk ekspor nasional di pasar tujuan, dan memfasilitasi pelaku usaha/eksportir nasional untuk terus melakukan ekspansi pasar.
"Dukungan pemerintah untuk pemanfaatan IA CEPA oleh pelaku usaha Indonesia perlu dilakukan secara terus menerus (sustainable) untuk menghasilkan kinerja ekonomi yang optimal di masa mendatang," pungkas Shinta.
Wakil Ketua Umum Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan kunjungan PM Anthony tersebut mencakup berbagai mata agenda, mulai dari politik keamanan hingga ekonomi. Menurutnya, kunjungan ini memberikan sinyal positif dan encouraging bagi pelaku usaha Indonesia.
"Bukan hanya terhadap potensi peningkatan hubungan ekonomi bilateral kedua negara, tetapi juga terhadap stabilitas pemulihan ekonomi dan peningkatan pertumbuhan nasional pascapandemi melalui penciptaan berbagai kerja sama baru dan pemanfaatan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA CEPA) yang lebih maksimal di masa mendatang," ujar Shinta dilansir dari keterangan resmi, Selasa, 7 Juni 2022.
Dalam dua tahun sejak berlakunya IA CEPA pada Juli 2020, total nilai perdagangan Indonesia-Australia mengalami peningkatan yang pesat, dari USD7,8 juta di 2019 menjadi USD12,6 juta. Namun, bila dilihat arus perdagangannya, peningkatan impor Indonesia terhadap produk Australia jauh lebih besar dibandingkan peningkatan ekspor Indonesia ke Australia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), impor Indonesia dari Australia meningkat sebesar 70,8 persen dari USD5,5 juta di 2019 menjadi USD9,4 juta di 2021. Sementara ekspor Indonesia ke Australia pada saat yang sama meningkat sebesar 34,8 persen, dari USD2,3 juta di 2019 menjadi USD3,2 juta di 2021.
Data UN Trademap menunjukkan bahwa struktur ekspor Indonesia ke Australia lebih didominasi oleh produk bernilai tambah, seperti komponen produk elektronik, permesinan, besi-baja & produk berbahan dasar kayu. Pasca IA CEPA pun kinerja ekspor produk-produk ini mengalami peningkatan pesat di mana semua produk ekspor unggulan tersebut mencatatkan kinerja ekspor tertinggi dalam lima tahun terakhir.
"Jika dilihat dari sisi investasi, Australia merupakan sumber FDI yang relatif cepat rebound hingga pada 2021," kata Shinta.
Dia bilang, sejumlah proyek investasi Australia di Indonesia sudah hampir kembali pada level pre-pandemi. Investasi ini diperkirakan akan terus meningkat, mengingat arus investasi Australia ke Indonesia, khususnya di sektor jasa, sempat tersendat sepanjang pandemi karena pembatasan mobilitas internasional dan penundaan pelaksanaan beberapa komitmen kerja sama seperti pertukaran tenaga ahli dan profesional.
Booming impor Indonesia dari Australia pasca IA CEPA (2021) tidak terlepas dari peran pembentukan powerhouse industri pangan nasional dengan Australia. Meskipun terdapat faktor kenaikan harga komoditas pangan sepanjang 2021, peningkatan impor Indonesia dari Australia disebabkan oleh impor atas gandum yang melonjak hingga 532 persen dibandingkan 2019.
Adanya kombinasi antara pembentukan rantai pasok eksportir gandum Australia dengan industri makanan dan minuman nasional dengan pemanfaatan IA CEPA oleh Australia menciptakan pertumbuhan kinerja perdagangan yang jauh lebih eksponensial.
Perbedaan ini terlihat pada peningkatan impor batu bara yang mencapai 61 persen yang hanya ditopang oleh kenaikan harga komoditas energi di sepanjang 2021, meskipun faktor kenaikan harga batu bara sepanjang 2021 jauh melebihi kenaikan harga gandum.
Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan IA CEPA oleh Indonesia di masa mendatang untuk mendongkrak kinerja ekspor ke Australia, bukan hanya perlu ditingkatkan dari segi kuantitas ekspor, tetapi juga perlu difokuskan pada pembentukan rantai pasok dan powerhouse, khususnya untuk produk-produk bernilai tambah nasional yang tidak hanya bisa dipasarkan di Australia, tetapi juga pasar-pasar tujuan ekspor lain di dunia.
Shinta memaparkan, upaya pemerintah dalam peningkatan pemanfaatan IA CEPA oleh pelaku usaha Indonesia perlu memperhatikan beberapa hal seperti aspek sosialisasi, edukasi dan asistensi, serta eksplorasi dan sustainability.
"Aspek sosialisasi, sebaiknya tidak sekedar menginformasikan tetapi juga mengedukasi penggunaan preferensi dagang dan investasi yang dimiliki oleh pelaku usaha Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar yang lebih baik ke Australia melalui IA CEPA. Aspek edukasi dan asistensi/bantuan, khususnya dalam hal kepatuhan perdagangan dan pemenuhan standar pasar Australia yang jauh di atas standar pasar yang berlaku di Indonesia dari segi sanitary & phytosanitary maupun dari segi teknis perdagangan, termasuk penilaian kesesuaian terhadap standarnya," terangnya.
Aspek eksplorasi pasar serta business matchmaking, lanjut Shinta, pelaku usaha Indonesia diharapkan untuk dapat memanfaatkan potensi Australia seperti produk otomotif, produk elektronik, produk plastik, karet, perhiasan, dan lainnya.
Dalam hal ini Pemerintah perlu membantu, bukan hanya dalam hal eksplorasi potensi pasar dan potensi pembentukan rantai pasok dengan Australia di mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif melalui IA CEPA, tetapi juga dukungan business matchmaking untuk penyaluran produk ekspor nasional yang lebih optimal di pasar Australia.
Mengenai aspek sustainability, menurut Shinta, karena perdagangan adalah kegiatan ekonomi yang dinamis, maka bila Indonesia ingin terus meningkatkan kinerja perdagangan dan investasi dengan Australia melalui IA CEPA, Indonesia perlu terus menerus meningkatkan daya saing iklim usaha nasional, meningkatkan daya saing produk ekspor nasional di pasar tujuan, dan memfasilitasi pelaku usaha/eksportir nasional untuk terus melakukan ekspansi pasar.
"Dukungan pemerintah untuk pemanfaatan IA CEPA oleh pelaku usaha Indonesia perlu dilakukan secara terus menerus (sustainable) untuk menghasilkan kinerja ekonomi yang optimal di masa mendatang," pungkas Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News