"Saya membaca beberapa artikel keberatan yang disampaikan oleh para pengusaha PLTS Atap atas penghapusan pasal jual beli listrik dalam aturan PLTS Atap sebelumnya. Mereka hanya mementingkan bisnisnya saja. Padahal jika pasal tersebut tetap ada, negara menanggung beban APBN yang relatif berat," ungkap Marwan dikutip dari siaran pers, Rabu, 21 Februari 2024.
Lagi pula, kata Marwan, alasan keberatan yang disampaikan pengusaha-pengusaha itu tidak cukup berdasar. "Banyak dari mereka menyampaikan alasan revisi aturan tersebut akan menyurutkan minat pemasang PLTS Atap hingga memperlambat langkah transisi energi. Ini tidak ada hubungannya, jauh panggang dari api," tukas dia.
Menurut Marwan, pemasang PLTS Atap rata-rata untuk memenuhi kebutuhan rumahan dan tidak untuk berbisnis dengan negara. Karena itu, sebut dia, alasan yang disampaikan para pengusaha tersebut sangat jauh.
"Kecuali, bagi mereka yang ingin berniat menjual listriknya ke negara melalui jaringan dan transmisi milik negara. Itu yang tidak boleh," tegas Marwan.
Pada revisi aturan yang sudah disetujui pemerintah, paparnya, tetap membolehkan masyarakat memasang PLTS Atap. "Tidak ada larangan. Jadi pasang saja kalau memang berminat menikmati listrik yang dibangkitkan dari solar panel atau yang lebih dikenal sebagai energi baru terbarukan."
Untuk itu, bagi pemasang PLTS Atap bisa menakar sendiri kebutuhan listriknya agar tidak terbuang sia-sia. Konsep menakar kebutuhan listrik itu dinilai Marwan jauh lebih penting karena tidak akan merugikan negara.
Baca juga: Tiru Vietnam, Penghapusan Pasal Jual Beli PLTS Atap Hindari Kerugian Negara |
Berisiko kerek tarif dasar listrik
Selain tidak mempedulikan APBN, sebut Marwan, skema jual beli (ekspor-impor) listrik dengan negara itu juga berisiko mengerek tarif listrik.
"Karena listrik bercampur dengan listrik yang dibangkitkan oleh negara. Kalau sudah begitu, bagaimana masyarakat kecil yang selama ini menikmati tarif yang masih disubsidi oleh negara," tanya dia.
Untuk itu, Marwan berharap, aturan yang telah disetujui oleh pemerintah segera diundangkan untuk menggantikan peraturan menteri yang berisiko merugikan negara tersebut. Hal ini penting agar negara tidak merugi.
Selain berbagai masalah-masalah tersebut, kata Marwan, intermintensi atau ketidakandalan cuaca diakui menjadi salah satu kelemahan pembangkitan listrik dari tenaga surya karena pemasang atau pengusaha PLTS atap tidak bisa memastikan durasi paparan matahari sehingga pasokan listrik menjadi tidak andal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News