Dirangkum Medcom.id dari berbagai sumber, Jokowi melarang ekspor bauksit pada akhir Desember 2022. Kemudian akan menghentikan ekspor tembaga di 2023. "Kita terus, walau kita ditakut-takuti soal nikel, kalah di WTO kita tetap terus, justru kita setop bauksit, pertengahan tahun mungkin tambah lagi setop tembaga," ungkap Presiden.
Adapun larangan ekspor tembaga sejatinya memperkuat ketentuan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Disebutkan komoditas tersebut dilarang ekspor dan wajib membangun hilirisasi di dalam negeri usai tiga tahun terbitnya UU Minerba ini.
Pemerintah, kata Presiden, ingin membangun sistem besar agar sumber daya alam Indonesia seperti nikel, bauksit, tembaga, dan timah betul-betul terintegrasi sehingga mampu memproduksi barang jadi atau setengah. Harapannya memberikan nilai tambah dan membuka lapangan kerja.
Keuntungan
Berdasarkan perbandingan yang diungkapkan Jokowi, ketika nikel diekspor masih berbahan mentah nilainya hanya Rp17 triliun yang didapatkan negara. Namun, usai dihentikan dan menjadi olahan nikel yang diekspor, Indonesia meraup keuntungan tajam yakni menembus Rp360 triliun.Baca: Strategi Organisasi Kemanusiaan untuk Hadapi Krisis Ekonomi di 2023 |
"Nikel kita setop tiga tahun yang lalu dulu waktu masih mentah kita ekspor nilainya hanya Rp17 triliun. Setelah kita setop tiga tahun ini, setahun bisa menghasilkan kurang lebih Rp360 triliun," kata Jokowi.
Sedangkan untuk bauksit, jika ekspor dilarang dan pemerintah melakukan hilirisasi maka keuntungannya juga bakal besar. Pasalnya, Indonesia hanya mendapatkan keuntungan Rp20 trliun dari ekspor bauksit mentah. Apabila ekspor bauksit dilarang dan dilakukan hilirisasi, maka cuan yang diterima mampu melompat Rp60 triliun hingga Rp70 triliun.
"Bauksit kita umumkan Desember setop juga mulai Juni 2023 dan akan kita hilirisasi di dalam negeri. Tidak tahu lompatannya tapi kurang lebih dari Rp20 triliun menjadi Rp60 triliun-Rp70 triliun," ungkap Presiden.
Meski demikian, Jokowi tak menampik, pekerjaan itu tidak mudah karena tambang nikel, bauksit, dan timah tersebar di Sulawesi, Maluku, Belitung, Kalimantan Barat, Bintan, dan daerah lainnya. Guna mengoptimalkannya maka harus ada upaya mengintegrasikan agar menjadi ekosistem besar.
"Semua harus terintegrasi dan kita harap nantinya jadi ekosistem bagi kendaraan listrik yang memberikan sebuah masa depan yang cerah, karena seluruh pasar negara-negara membutuhkan mobil listrik ini tapi tentu tahapannya masuk ke baterai listrik lebih dulu," kata Presiden.
Lebih lanjut, walau Indonesia kalah saat digugat Uni Eropa ke WTO untuk penghentian ekspor nikel, tapi Presiden Jokowi menyampaikan kepada Menteri Luar Negeri agar tidak mundur. "Jangan mundur. Karena ini yang akan jadi lompatan besar peradaban negara kita," tuturnya.
"Terus kita banding. Kalau banding kalah, saya tidak tahu ada upaya apa lagi yang bisa kita lakukan. Kenapa ini terus saya ulang-ulang? Karena saya ingin Presiden ke depan juga berani melanjutkannya. Tidak gampang ciut nyali, tidak gentar demi kepentingan bangsa dan demi kepentingan negara," pungkas Presiden.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News