"GMO bisa untuk semua produk pertanian, bukan cuma jagung tetapi beras dan termasuk kedelai. Ini yang kami kemarin dalam Ratas sudah meminta, karena ini hanya butuh peraturan dari Menteri Pertanian, sehingga kita akan terus dorong sehingga produktivitas terus meningkat," kata Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa, 13 September 2022.
Menurut Airlangga, jika dengan bibit biasa, panen jagung hanya bisa 5-6 ton. Lain halnya dengan GMO yang mampu mencapai 12-13 ton. Lagipula produk pangan seperti kedelai yang diimpor umumnya menggunakan produk GMO.
"Ketahanan pangan bukan saja menjadi prioritas namun target untuk kesejahteraan dan pemerataan," kata Ketua Umum Partai Golkar ini.
Pemerintah juga mendorong diversifikasi pangan lokal untuk menurunkan ketergantungan dari impor gandum. "Hampir 25 persen kebutuhan masyarakat sudah meningkat untuk noodle dan roti, yang perlu kita lakukan diversifikasi, salah satunya mencoba menanam untuk sorgum, kedua mendorong penanaman tapioka untuk makanan dan ketiga pemanfaatan kembali tepung sagu untuk kue kue. Tentu kita berikan insentif untuk hal-hal tersebut," kata Airlangga.
Baca: Kementan Siapkan Rp2,3 Triliun untuk Food Estate-Sentra Pangan di 2023 |
Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mencatat konsumsi beras di masyarakat turun. Gantinya adalah konsumsi gandum, bukan pangan lokal.
"Pangan lokal turun, beras turun, kita semua tahu jawabannya, mi instant, itu cadangan pangan kita. Dan pertumbuhan impor gandum 16,5 persen per tahun. Itu jawabannya, diversifikasi pangan. Ini jadi catatan penting gimana menjawab isu ke depan," kata Andreas.
Hal senada disampaikan Rektor IPB, Arif Satria. Dia menyatakan Institut Pertanian Bogor memiliki sejumlah teknologi untuk mendorong diversifikasi pangan. Namun, skalanya masih kecil dan butuh industri untuk turun tangan.
"Teknologi sudah banyak untuk diversifikasi pangan, sudah hampir cukup. Tinggal siapa yang mau investasi. Skala IPB kan kecil, paling kita punya toko dan online, semua itu perlu pasar yang luar biasa," kata Arif.
Dia menyarankan pemerintah bisa mengeluarkan regulasi yang sifatnya memaksa industri. Misalnya, dari 10 ton impor gandum, harus berbanding 1 ton penyerapan pangan lokal.
"Sekarang ini momentum cinta pangan lokal, da mengurangi kekurangan impor gandum. Begitu serapan lokal meningkat, desa, petani bangkit," tegas Arif.
Pemerintah bisa memberdayakan petani di desa untuk mengembangkan pangan lokal seperti gandum, jagung, sagu, dan sorgum. Pemerintah menargetkan ada 30 ribu hektare lahan ditanami sorgum pada 2023 dan 40 ribu hektare di 2024.
Sorgum itu ditargetkan tersebar di 17 provinsi. Antara lain, Sumatra Utara (Sumut) dan Sumatra Barat (Sumut). Kemudian, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, NTT, dan NTB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News