Menurutnya, BBM dengan nilai oktan (RON) 92 itu lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke atas, berbeda dengan minyak goreng yang digunakan hampir seluruh kalangan masyarakat.
“Kalau kita bandingkan kenaikan harga pertamax dengan kenaikan harga minyak goreng yang sempat langka dampaknya sangat berbeda," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin, 11 April 2022.
"Kenaikan harga minyak goreng sangat berdampak terhadap kehidupan seluruh lapisan masyarakat,” tambah Ugan.
Dia menyebut, porsi penjualan pertamax di 2021 dikatakan relatif kecil hanya sekitar 13-16 persen dari total konsumsi BBM di Indonesia.
Mantan Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) juga menjelaskan, jika dibandingkan dengan harga dunia ataupun di Asia, harga BBM di Indonesia paling rendah karena pemerintah masih memberikan subsidi.
"Walaupun tidak bisa dibandingkan apple to apple, karena banyak variabel yang berpengaruh seperti wilayah dan sistem pendistribusian BBM," tuturnya.
Ugan kemudian menuturkan, sebelum harga naik, tanpa disadari selama ini masyarakat telah mendapat subsidi dari Pertamina karena pertamax sebagai Jenis Bahan Bakar Umum (JBU) atau nonsubsidi masih dijual di bawah harga keekonomian.
“Besaran subsidi dari Pertamina ini sebesar Rp3.500 per liter. Jika pengguna kendaraan mewah lebih dari tiga juta penduduk, bisa dibayangkan berapa besar biaya selisih harga keekonomian yang ditanggung oleh Pertamina?” ungkap Ugan.
Sementara untuk BBM Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) atau subsidi biosolar yang disubsidi oleh pemerintah sekitar Rp7.800 per liter. Ugan berpendapat seharusnya JBT ini selektif digunakan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah ataupun sesuai peruntukannya.
"Konsumen akan kembali mengkonsumsi ke pertamax karena yang diutamakan adalah menjaga kualitas mesin kendaraannya untuk jangka panjang," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News