Direktur Jasa Kelautan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Miftahul Huda menyampaikan produksi garam nasional mencapai sekitar 2,4 juta ton garam rakyat ditambah 0,4 juta ton dari PT Garam, sehingga totalnya hampir 2,9 juta ton. Jumlah SDM dan luas lahannya meningkat pada 2021, yaitu sekitar 16 ribu petambak garam dan 23 ribu ha luas lahannya.
Pihaknya telah melakukan kegiatan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar), dengan kegiatan utama integrasi lahan garam untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi; gudang garam sebagai jaminan kontinuitas pasokan garam bahan baku; serta penguatan SDM atau kelembagaan melalui koperasi induk untuk menciptakan manajemen yang andal dan akselerasi koperasi primer untuk lebih berkembang maju.
“Beberapa wilayah dengan curah hujan lebih tinggi, seperti Aceh dan Pantai Selatan Jawa, dikembangkan produksi garam dengan metode tertutup, misalnya tunnel. Daerah dengan produksi yang melimpah dibangun Unit Pencucian dan Pemurnian Garam atau Washing Plant. Tujuh unit yang telah dibangun ada di Karawang, Indramayu, Brebes, Pati, Gresik, Pasuruan dan Sampang,” kata Huda dalam keterangan resmi, Rabu, 30 Juni 2021.
KKP, melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) telah menerbitkan Buku Potret Garam Nasional untuk memberikan gambaran secara umum terkait kondisi pergaraman nasional dilihat dari kebutuhan, pemenuhan kebutuhan dan produksi nasional.
Selain itu, memberikan gambaran berbagai metode produksi garam yang dikenal dan berkembang di masyarakat; memberikan arahan bagi pemberdayaan masyarakat petambak garam sebagai upaya pelaksanaan UU perlindungan nelayan, pembudidaya dan petambak garam; serta memberikan alternatif dan acuan bagi penyusun kebijakan, program dan kegiatan produksi garam menuju swasembada garam nasional.
Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan pihaknya bermaksud menampilka ketersediaan garam dari produksi dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan garam konsumsi dan garam industri; kemandirian industri pengolahan garam dalam negeri; serta meningkatnya kesejahteraan petambak garam dan industri pengolahan garam.
Sementara itu, Koordinator Perencanaan dan Kerja Sama Pusat Riset Kelautan (Pusriskel) BRSDM Ifan Ridlo Suhelmi mengatakan, kajian yang telah dibuat pada buku ini memuat beberapa ruang lingkup. Ruang lingkup tersebut meliputi gambaran kondisi pergaraman nasional; kebutuhan, produksi, produktivitas dan kualitas garam; jenis garam dan pemanfaatannya; metode produksi; metode pengolahan dan pemurnian; berbagai jenis turunan garam; serta analisis ekonomi pengusahaan dan pengolahan garam.
“Jadi potret ini adalah mencuplik, menggambarkan sebagian dari permasalahan garam nasional ini. Yang kita bahas utamanya pada buku ini adalah potret bagaimana kita memproduksi garam, kemudian pengolahan yang ada di masyarakat," kata Ifan.
Tujuan dan sasarannya memang untuk stakeholder kita, para petambak garam, para pengolah garam, sehingga nanti yang dikeluarkannya pun adalah teknologi yang sederhana bisa diakses oleh masyarakat. Jadi tidak berbicara tentang bagaimana untuk farmasi dan teknologi tinggi yang tidak dimiliki oleh UKM. Teknologi yang kita susun adalah yang sederhana yang bisa diakses oleh masyarakat salah satunya untuk memperoleh nilai tambah,” ujar Ifan.
Peneliti Pusriskel Rikha Bramawanto yang merupakan salah satu penulis buku tersebut menyampaikan, terdapat tiga cara perolehan garam yaitu solar salt, rock salt, dan vacum salt. Menurutnya, Indonesia sepenuhnya mengandalkan garam evaporasi (solar salt).
Terdapat beberapa metode produksi garam antara lain tradisional (Maduris dan Portugis), teknologi geomembran, prisma, tunnel, teknologi bestekin, teknologi integrasi lahan. Adapun proses produksi garam terdiri dari pengeringan lahan, pengolahan air peminihan, proses kristalisasi, proses pemungutan hasil, proses pencucian, dan proses di akhir musim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News