Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto mengaku pihaknya, sebagai salah satu pemangku kepentingan terdampak dari industri hasil tembakau, belum dilibatkan dalam pembahasan RPP UU Kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"P3I tidak menjadi bagian dari proses penyusunan RPP. Padahal, di dalamnya ada beberapa ketentuan tentang pelarangan iklan produk tembakau," ucap Janoe dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 3 Oktober 2023.
Janoe menjelaskan sebagai produk legal, produk tembakau seharusnya bisa dipasarkan, dijual, dan dikomunikasikan dalam bentuk iklan. Meskipun memang iklan produk tembakau harus memenuhi persyaratan atau aturan-aturan.
"Tapi, bukan larangan yang sangat ketat seperti pelarangan total seperti yang terdapat di RPP. Padahal, selama ini, iklan-iklan produk tembakau telah memenuhi berbagai aturan yang ditetapkan pemerintah," jelas dia.
Selama ini, ia menambahkan, P3I telah mengacu kepada Etika Pariwara Indonesia (EPI) Amandemen 2020 yang mengatur secara detail aturan untuk iklan produk tembakau. Di sisi lain, pelarangan total seperti dalam RPP tersebut dinilai tidak perlu.
"P3I2 memandang tidak perlu ada aturan yang mengarah ke totally banned (untuk iklan produk tembakau). Hal ini karena berbagai macam channel, platform, atau media sudah memiliki kemampuan targeting (menentukan target audiens) yang semakin tajam atau fokus pada sasaran demografis tertentu, termasuk keharusan untuk memaparkan iklan pada umur dewasa di jam tertentu," tutur dia.
Janoe melanjutkan dengan kemampuan tersebut, kebutuhan komunikasi yang paling mendasar untuk proses komunikasi pemasaran untuk produk tembakau masih bisa dilakukan.
Menurut dia, industri ekonomi kreatif, termasuk media, membutuhkan iklan dari industri hasil tembakau. "(IHT) selalu masuk dalam sepuluh besar pengiklan. Jumlah yang signifikan ini akan berdampak pada industri periklanan di Indonesia," tegas Janoe.
Baca juga: Duh, Industri Kreatif Tanah Air Ketar-ketir Gegara Larangan Iklan Rokok |
Iklan bisa dikontrol lewat kode etik
Di kesempatan berbeda, Ketua Badan Musyawarah Regulasi Dewan Periklanan Indonesia (DPI) sekaligus Anggota Tim Perumus Etika Pariwara Indonesia Herry Margono menegaskan industri periklanan menilai larangan total terhadap iklan dan promosi produk tembakau adalah tidak tepat.
"Zaman sekarang beriklan itu tidak apa-apa. Rokok merupakan barang legal," kata Herry menegaskan.
Ia melanjutkan, sebuah iklan, baik di media konvensional maupun internet, bisa dikontrol dengan pengawasan yang baik. "Ada namanya program etik. Bisa dikontrol," terang Herry.
Kemudian, ketika berbicara tentang peraturan, ia menjelaskan ada dua kriteria yang harus dipenuhi. Pertama adalah kesetaraan (equality) yang berkaitan dengan keadilan. Kedua adalah harus memenuhi syarat efisiensi.
"Acuannya dua itu, antara equality dan efisiensi. Dalam hal ini, kok kurang adil kalau produk tembakau dibatasi sampai sebegitunya? Padahal sudah menyumbang banyak pajak dan masuk ke kategori legal," imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News