Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, sejak Agustus 2018 sampai dengan awal 2022 terdapat 9.546 konten hoaks beredar di berbagai platform media sosial (medsos).
"Media penyebaran hoaks tertinggi (92,4 persen) memang ada di medsos, kemudian di aplikasi perpesanan WhatsApps (62,8 persen), dan di situs web 34,9 persen," kata Kepala Bidang Informasi Publik Diskominfo Kabupaten Pandeglang Abdul Latif, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 17 Agustus 2023.
"Padahal, kalau mau bijak dan bersikap kritis saat membaca hoaks, penyebaran hoaks itu bisa diminimalisir," tambah Abdul Latif, dalam diskusi literasi digital yang digelar Kominfo di Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang.
Diskusi luring ini mengusung tema 'Kebal Hoaks: Ayo Jadi Netizen Kritis!'. Selain Abdul Latif, hadir dua pembicara lain, yakni pelaku industri event Raka Maukar dan artis dari Roland International Mia Marcelina, serta Joan Permana selaku moderator. Diskusi diselenggarakan bekerja sama dengan Panitia Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN) Cigeulis.
Baca juga: Pengertian Nota Keuangan, Berikut Manfaat dan Langkahnya |
Abdul Latif menambahkan ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menjadi warganet atau netizen kebal hoaks. Pertama, perhatikan sumber berita, asli atau bukan. Terkait ini, gunakan beragam aplikasi untuk mengonfirmasi akurat tidaknya. Kedua, bersikap kritis, jangan mudah percaya kalau berita itu tak masuk akal
"Ketiga, saring kalau muncul kata-kata kotor pemicu konflik. Terkadang mencatut tokoh ternama. Stop hoaks tersebut di jarimu, jangan ikut jadi penerusnya. Tetaplah kritis dan bijak dalam merespons, ini jurus cerdas agar kebal hoaks," urai Abdul Latif.
Dari sudut pandang berbeda, Mia Marcelina menuturkan, hal lain yang perlu diperhatikan untuk menangkal hoaks adalah meningkatkan kecakapan digital. Tak cuma kritis merespons, tapi juga terampil menerapkan beragam aplikasi untuk menyaring informasi sesat, ditambah dengan password yang kuat, niscaya akan memberi rasa aman ganda saat mengakses medsos.
"Sangat bagus kalau kecakapan digital ini juga diajarkan pada anggota keluarga dan masyarakat, agar semakin banyak yang terhindar dari pengaruh hoaks. Juga, tak terkecoh pada ancaman phising, kejahatan digital lain yang dilakukan dengan memancing lewat konten tertentu untuk mencuri data pribadi kita," kata Mia.
Raka Maukar menunjuk satu kebiasaan warganet yang terkesan sepele, namun potensial menjadi sumber penyebaran hoaks yakni tidak membaca tuntas berita atau informasi yang diterima. "Padahal, warganet mestinya mencek dulu kebenaran informasi dengan mengamati apakah web atau platform penyebarnya bisa dipercaya atau abal-abal," kata Raka.
Menurut Raka Maukar, banyak terjadi –khususnya di WA Group– berita hanya dilihat judul dan terkadang fotonya yang bombastis. Tidak dicek dan saring dulu, tapi langsung di-share ke mana-mana, tanpa menyadari kalau itu hoaks.
"Sadari betul, berita kini bersifat real time. Dan, kalau dulu ungkapannya mulutmu harimaumu, sekarang sudah menjadi jarimu harimaumu. Jangan sembrono, karena risikonya bisa berbahaya buat jejak digitalmu," kata Raka Maukar.
Untuk diketahui, diskusi literasi digital pada lingkup komunitas merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia #MakinCakapDigital (IMCD). IMCD diinisiasi Kemenkominfo untuk memberikan literasi digital kepada 50 juta orang masyarakat Indonesia hingga 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News