“(Aturan tersebut) menyulitkan lah! Kan orang-orang jadi tidak tahu di warung ini ada rokok atau tidak,” kata pedagang sembako di kawasan Kemang, Aas Jakarta Selatan, dilansir Jumat, 12 Januari 2024.
Aas melanjutkan sebagian besar pembeli rokok di warungnya membeli rokok secara eceran. Maka, Aas sangat keberatan apabila rokok dilarang secara eceran karena dapat mengurangi pendapatan warungnya secara signifikan.
“Saya tidak setuju (dengan aturan larangan jualan rokok eceran) karena dapat mengurangi penghasilan warung. Jadi enggak setuju lah aturan seperti itu,” tegasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan pemilik Warung Madura di wilayah Cipete, Jakarta Selatan Yuni. Rencana larangan penjualan rokok eceran dan memajang produk tembakau dinilai berat sebelah dan memunculkan kegelisahan banyak pedagang.
“Dalam hati kecil saya terus terang, enggak menerima. Di warung saya itu jarang yang beli bungkusan. Kita kan jauh datang dari Madura untuk cari duit ke sini (Jakarta). Kita ini pejuang receh, kok begini hasilnya,” ungkap dia.
Begitu juga dengan rencana larangan pemajangan produk tembakau. Ia tidak setuju dengan aturan tersebut karena berdampak signifikan mendatangkan konsumen.
“Kalau enggak dipajang, ya bagaimana orang belanja ke tempat saya. Mereka tidak akan tahu saya jualan rokok,” imbuhnya.
Baca juga: Ramai Penolakan Pasal-Pasal Tembakau di RPP Kesehatan, Pemerintah Diminta Jangan Abai |
Di kesempatan berbeda, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwan meminta agar besarnya kontribusi industri tembakau terhadap negara menjadi pertimbangan besar dalam penyusunan pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan.
“Industri tembakau mempunyai multiplier effect yang luas. Oleh karena itu, larangan (bagi produk tembakau) yang cukup keras pada saat ini akan menimbulkan kegelisahan bagi para pelaku di industri tembakau maupun industri terkait, seperti periklanan dan sebagainya,” kata Sutrisno.
Sutrisno mengungkapkan, bahwa Apindo telah menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah agar mendengarkan berbagai pihak dalam penyusunan aturan tersebut mengingat potensi dampaknya bagi perekonomian dan tenaga kerja.
“Jadi, jangan memaksakan kalau tidak bisa dikeluarkan (pasal-pasal tembakau dari RPP Kesehatan) secara baik,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News