"Kalau ada yang kekurangan dan ada yang kelebihan, pasti manajemennya yang keliru. Karena Allah memberi air dalam jumlah yang cukup. Jadi kalau ada yang kekeringan, kebanjiran, pasti manajemennya yang enggak baik," ujar Basuki dalam webinar dengan tema Pola Konsumsi Air Bersih Masyarakat Selama Masa Pandemi Covid-19, Kamis, 11 Februari 2021.
Di sisi lain, Basuki juga mengakui bahwa mayoritas waduk yang ada saat ini didesain dengan cakupan debit periode ulang (return period) 50 tahun (Q50). Padahal debit air menghasilkan tinggi maksimum seperti periode ulang 100 tahun (Q100).
Jumlah debit air tersebut dua kali lipat dari desain waduk, tutupannya lahannya pun berkurang. Hal ini mengakibatkan debit air limpasan (run off) bertambah, sehingga banyak sekali waduk yang meluap karena drainase yang tidak mencukupi.
"Karena jumlah yang datang walaupun dengan return period yang sama, misalnya return period hujan 50 tahunan. Secara teori hidrologi itu 50 tahunan, tapi kalau dilihat di sungai, debitnya bisa dua kali lipat. Saya kira ini yang harus kita perhatikan," tegasnya.
Tak hanya banjir dan kekeringan, Basuki juga mengatakan apabila ada air yang memiliki kualitas yang kurang baik terjadi karena manajemen yang tidak baik pula. Ini disebabkan karena hulu sungai yang rusak atau berubah.
"Jadi kalau sekarang ada kualitas air yang nggak benar atau jelek, pasti itu juga karena manajemen airnya yang perlu diperbaiki. Sekarang lihat, waduk-waduk pasti airnya cokelat. Ini pasti di atas, hulunya, ada hal-hal yang dirusak atau berubah," pungkas Basuki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News