"Dinamika dari harga minyak dan pasar minyak dunia salah satu yang harus kita perhatikan sangat serius," kata dia ditemui di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin, 9 Maret 2020.
Menurutnya, kegagalan persetujuan antara dua produsen minyak terbesar yakni Arab Saudi dan Iran-Rusia untuk mengurangi produksi menjadi perhatian. Jika tidak ada kesepakatan bersama tentu hal ini akan membuat harga minyak bergejolak.
Dirinya menambahkan, kekhawatiran penurunan permintaan minyak dunia juga dipengaruhi oleh penyebaran virus korona. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi dunia yang tertekan juga menjadi faktor lain yang akan menyebabkan harga minyak dunia menurun.
"Namun yang mungkin cukup mengagetkan adalah dari Arab Saudi membuat langkah jauh lebih bold, yaitu dengan memberi diskon harga minyak lebih dalam sehingga menjadi perang harga," jelas dia.
Bagi Indonesia, Sri Mulyani menjelaskan, penurunan harga minyak yang telah mencapai 22 persen bisa menjadi dua sisi. Kondisi harga minyak yang turun saat ekonomi tertekan tentu membuat pemerintah tidak perlu memberi stimulus. Walau di sisi lain tentu kondisi ini membawa efek negatif.
"Mungkin ini menjadi bentuk positif dalam artian bisa stimulate tidak membebani. Namun ini menimbulkan ketidakpastian lebih besar terhadap capital market, pasar uang, pasar modal, sehingga dampak psikologis akan memengaruhi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News