Ilustrasi pabrik minyak goreng Sinar Mas Agro. Foto; dok MI/Arya Manggala.
Ilustrasi pabrik minyak goreng Sinar Mas Agro. Foto; dok MI/Arya Manggala.

Implementasi Menekan Harga Minyak Goreng Tak Semudah Membalikkan Telapak Tangan

M. Ilham Ramadhan Avisena • 15 Februari 2022 20:02
Jakarta: Direktur Utama PT Astra Agro Lestari Tbk Santosa mendukung kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) terkait minyak goreng. Namun, implementasi dan efektivitas kebijakan untuk menekan tingginya harga minyak goreng dinilai membutuhkan waktu lantaran tak semudah membalikkan telapak tangan.
 
"DMO dan DPO suka tidak suka, apa pun yang sudah diputuskan pemerintah harus didukung. Beberapa minggu terakhir ramai, itu karena memang teknis tidak semudah yang dibayangkan," kata Santosa dalam CEO Talk 2022, dilansir Mediaindonesia.com, Selasa, 15 Februari 2022.
 
"Jadi dengan DMO artinya kita mengalokasikan persentase kita kepada pasar domestik 20 persen dari yang kita ekspor. Olein 10 ribu ton, maka 2.000 ton untuk domestik dengan harga DPO. Itu yang harus benar-benar dialokasikan tidak hanya sekadar dijual, tapi juga didistribusikan mejadi minyak dengan HET yang sudah ditetapkan pemerintah sehingga harga minyak goreng bisa stabil," lanjutnya.

Persoalan teknis yang dimaksud ialah terkait proses bisnis perusahaan, mulai dari perusahaan kelawa sawit, produsen minyak goreng, hingga ke ritel. Pasalnya, ada hitungan yang sebelumnya telah berlaku di pasar. Untuk mengubah hal tersebut, dibutuhkan waktu dan tak bisa otomatis berlaku meski ada aturan yang mengatur.

Pelaku usaha hitung kembali biaya produksi

Santosa mengatakan, pelaku usaha pasti melakukan penyesuaian dan menghitung kembali biaya produksi maupun penjualan atas adanya kebijakan satu harga tersebut.
 
"Kalau kita sudah punya komitmen dengan buyer itu kan tidak bisa default. Balancing sebagai penghasil devisa juga harus diperhitungkan. Jadi saya tahu pemeritnah bekerja keras untuk menjalankan ini, mudah-mudahan 1-2 minggu ini bisa terlihat hasilnya," tambah Santosa.
 
Dari sisi kelapa sawit sebagai bahan baku, minyak goreng sejatinya memiliki stok yang mencukupi. Santosa memperkirakan dari 50 juta ton produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) skala nasional, sembilan juta ton dialokasikan untuk pemanfaatan biodiesel, dan sekitar tujuh juta sampai delapan juta ton dialokasikan untuk minyak goreng dengan harga DPO.
 
Alokasi untuk minyak goreng itu tak semata untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, melainkan untuk industri. Dus, terdapat jumlah sawit tersisa dalam jumlah besar. Karenanya, kata Santosa, CPO Indonesia dapat memenuhi kebutuhan domestik.
 
Persoalannya, lanjut Santosa, harga CPO tengah berada di puncak tertinggi. Hal itu mengakibatkan harga komoditas hasil olahan CPO berupa minyak goreng turut terkerek ke atas.
 
"Pelaku industri sawit itu ada masanya, kalau untuk pabrik dan pedagang itu tidak ada produsen yang mau rugi, jadi harus effort dari hulu-hilir. Dengan DMO DPO mestinya kontribusi hulu-hilir bisa disatukan, memang tidak mudah. Karena kompleksitas dari implementasi DMO ini tidak mudah. Tidak bisa dihindari pasti ada excess di ritel," pungkas Santosa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan