Ilustrasi industri rokok. Foto: Medcom.id/Suci Sedya Utami
Ilustrasi industri rokok. Foto: Medcom.id/Suci Sedya Utami

Penerapan Cukai Bikin Industri Hasil Tembakau Makin Babak Belur

Eko Nordiansyah • 26 Oktober 2020 17:26
Jakarta: Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menilai rencana pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada 2021 sebesar 13-20 persen sangat memberatkan industri. Faktanya, industri hasil tembakau (IHT) mengalami tekanan sangat besar dampak pandemi covid-19 dan kenaikan cukai hasil tembakau 2020 sebesar 23 persen dan harga jual eceran 35 persen.
 
"Kenaikan cukai hasil tembakau berdampak negatif bagi pelaku usaha di sektor IHT. Kami meminta pemerintah agar tidak menaikkan tarif cukai rokok di 2021," kata Koordinator KNPK Azami Mohammad kepada wartawan di Jakarta, Senin, 26 Oktober 2020.
 
Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi industri yang babak belur dihantam pandemi dan kenaikan cukai terlalu tinggi tahun ini. Selama pandemi, sektor IHT terkontraksi 10,84 persen secara year on year (yoy), dan minus 17,59 persen akibat menurunnya produksi rokok pada kuartal II-2020.

"Kondisi IHT saat ini sedang tertekan, produksi dan volume penjualan menjadi turun, dan ditambah covid-19 memukul telak daya beli masyarakat. Ibarat jatuh tertimpa tangga pula. Padahal, sektor IHT memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara," ungkapnya.
 
Ia menambahkan, cukai rokok menyumbang 11 persen dari total APBN dan menyumbang hingga 97 persen dari total keseluruhan penerimaan cukai. Kontribusi pada negara terbukti pada realisasi penerimaan cukai sepanjang Januari hingga September 2020 yang tetap tumbuh 7,24 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
 
"Kontribusi yang besar ini justru berpotensi hilang akibat kebijakan CHT yang naik eksesif tiap tahun. Jika terus menerus begini, akan ada titik optimum di mana industri tidak sanggup lagi membayar cukai atau mengalami diminishing returns," jelas dia.
 
Untuk itu, Azami berharap pemerintah lebih bijak dan jangan menekan industri dengan kenaikan cukai rokok yang eksesif. Jika sektor IHT tumbang, maka potensi kerugian penerimaan negara sangat besar. Ia memperkirakan setidaknya butuh waktu sekitar dua tahun untuk industri bisa pulih dari akibat kenaikan cukai yang eksesif dan pandemi covid-19.
 
Selain itu, KNPK juga menilai sektor IHT yang paling rentan terdampak kenaikan cukai adalah petani dan buruh di sektor hulu. Petani tembakau dan cengkih mengalami keterpurukan karena serapan bahan baku yang menurun hingga 40 persen akibat penurunan volume produksi di pabrikan.
 
Bahkan, berdasarkan hasil survei peneliti Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung menunjukkan telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor IHT di Jawa Timur. Di wilayah Pandaan sudah terjadi 851 PHK, lalu di Kediri terdapat 1.327 buruh pabrik yang terkena PHK. Data ini belum mencakup wilayah-wilayah lain yang menjadi sentra produksi rokok di Indonesia.
 
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) sebelumnya mengancam akan melakukan aksi demo apabila pemerintah menaikkan cukai rokok terlalu tinggi. Apalagi saat ini penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan, dan daya beli pekerja.
 
"Kenaikan cukai di 2020 sudah cukup mencekik dan menekan industri, dan ini berimbas pada pekerja dan anggota yang terlibat dalam industri ini. Pemerintah butuh penerimaan cukai dan pajak hasil tembakau, akan tetapi pekerja juga butuh kelangsungan bekerja dan penghidupan yang layak," ujar Ketua Umum PP FSP RTMM–SPSI Sudarto.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan