Dalam beleid yang diterima Medcom.id, Kamis, 15 September 2022, pasal 3 ayat 1 menyatakan dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, menteri menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral.
Lalu, pada ayat kedua menyatakan penyusunan peta jalan dilakukan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Baca juga: Pengembangan EBT Harus Jadi Pilihan Utama Wujudkan Ketahanan Energi |
Adapun isi peta jalan tersebut diatur pada Pasal 3 ayat 3, yaitu mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU, strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU, dan keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.
Namun di ayat 4 pasal yang sama, Jokowi masih membolehkan pengembangan PLTU kecuali PLTU telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini. Selain itu PLTU harus memenuhi persyaratan yaitu terintegrasi dengan industri yang menciptakan nilai tambah, PLTU berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca minimal 35 persen dalam jangka 10 tahun, dan PLTU paling lama beroperasi sampai 2050.
Kemudian di ayat 5 Jokowi menyatakan, dalam upaya meningkatkan proporsi energi terbarukan dalam bauran energi listrik, PT PLN (Persero) melakukan percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri, kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL, dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan (supply) dan permintaan (demand) listrik.
Selanjutnya masih pada Pasal 3 ayat 6 dijelaskan penggantian energi listrik terhadap energi yang dihasilkan oleh PLTU dapat digantikan dengan pembangkit energi terbarukan.
Setelah itu di ayat 7, pelaksanaan percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL harus memperhatikan kriteria seperti, kapasitas, usia pembangkit, utilisasi, emisi gas rumah kaca PLTU, nilai tambah ekonomi, ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri, dan ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.
Adapun PLTU yang dilakukan percepatan pengakhiran waktu operasi akan ditetapkan oleh menteri setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
"Pemerintah dapat memberikan dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan termasuk blended finance yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau sumber-sumber lainnya yang sah yang ditujukan untuk mempercepat transisi energi," tulis ayat 9.
Adapun, dukungan fiskal itu akan diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, bunyi ayat 10.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News