"Kalau yang gulung tikar itu bicara sepeda, harusnya hari ini tidak gulung tikar. Dibandingkan pasar normal, penjualan dua bulan terakhir sudah empat kali lipat," kata Eko kepada Medcom.id, Kamis, 2 Juli 2020.
Menurutnya pabrikan sepeda yang pailit seperti PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries terjadi jauh sebelum covid-19. Merek dagang Wimcycle itu sempat berjaya bagi anak generasi 1980-2000 an sebelum akhirnya tutup.
"Wimcycle memang sudah dideklarasikan pailit, itu cerita beberapa tahun yang lalu," ucap Eko.
Wimcycle menutup seluruh lini produksi lantaran terkendala strategi bisnis dalam mengisi pasar sepeda di Indonesia. Selain itu, perusahaan juga terbelit masalah keuangan dan tak bisa mendongkrak produksi.
"Karena saat ini yang berkembang ya tetap berkembang, yang maju tetap maju tapi yang kalah bertanding ya mundur, itu kan terkait strategi bisnis dari setiap perusahaan," ungkapnya.
Ia menambahkan Wimcycle yang masih dalam proses pelepasan bisnis dan kembali diperbincangkan merupakan hal wajar. Apalagi perusahaan masih mengurus kebangkrutan di tengah tingginya minat masyarakat untuk bersepeda.
"Jadi tinggal eksekusi pengambilalihan oleh perusahaan lain, penyelesaian utang dengan supplier atau dengan bank dan sebagainya, itu baru penyelesaian tahun-tahun kemarin," tambah dia.
Karena itu, sulit bagi Wimcycle muncul kembali secara tiba-tiba untuk memenuhi keinginan masyarakat dengan kualitas produk terdahulu. Bisnis industri sepeda, kata dia, perlu melakukan kalkulasi agar tak sekadar hadir secara musiman.
"Barang ini kan tidak bisa dibikin seperti pisang goreng, dipotong langsung dimasak dan jadi. Sepeda ini ada tahapan perencanaan bisnis yang perlu dikalkulasi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News