Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun. Foto: tangkapan layar Youtube.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun. Foto: tangkapan layar Youtube.

Kelas Menengah Perlu Dibantu untuk Menggenjot Konsumsi Rumah Tangga

K. Yudha Wirakusuma • 29 Agustus 2020 21:03
Jakarta: Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyoroti kebijakan pemerintah tentang penempatan dana di bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Menurut dia tidak ada negara G20 ataupun anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) yang mengatasi krisis pada masa pandemi ini dengan penempatan dana di bank.
 
"Metode itu sangat aneh. Kita tidak punya kisah sukses around the world mengenai penempatan dana ini," ujar Misbakhun dalam Forum Diskusi Salemba bertema 'APBN sebagai Sarana Pemulihan Ekonomi Nasional', yang dilaksanakan secara daring, Sabtu, 29 Agustus 2020.
 
Misbakhun mengatakan kebijakan itu berpotensi membuat bank-bank yang ketempatan dana pemerintah terguncang pada akhir Desember 2020. Sebab sesuai aturan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dana negara harus masuk ke rekening pemerintah di Bank Indonesia pada 31 Desember atau tutup buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Uang yang tadinya mengembara di mana pun harus ada di pemerintah. Bank yang tadinya mendapat dana penempatan, suddenly shocked karena duitnya harus mengalir ke rekening pemerintah di bank sentral," ungkapnya.
 
Selain itu, dia juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang hanya memberikan bantuan kepada kalangan miskin dan sangat miskin. Menurutnya, kelas menengah yang baru tumbuh namun tiba-tiba turun kelas karena pandemi, justru tidak dibantu.
 
Seharusnya jika pemerintah mau menggenjot konsumsi, kata Misbakhun, kelas menengah juga dibantu. "Kelas menengah yang baru turun kelas diatasi dengan apa, padahal mereka ini agresif dalam konsumsi," tegasnya.
 
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu menyebut pemerintah melakukan miss match in policy atau ketidakcocokan dalam kebijakan. Sebab, bantuan sosial yang digelontorkan untuk masyarakat miskin dan sangat miskin tak serta-merta meningkatkan konsumsi dan daya beli.
 
"Apakah itu cukup mengangkat daya beli kita? Kompleksitas persoalan belum diselesaikan dengan kompleksitas tawaran solusinya," tambah dia.
 
Misbakhun menegaskan masalah pemerintah saat ini adalah keterbatasan uang. Dalam pandangannya, selama ini pemerinah hanya mengandalkan utang ketika menghadapi keterbatasan dana.
 
"Pemerintah jurusnya hanya satu utang, tetapi uang dari siapa? Berapa biayanya?" lanjut dia.
 
Oleh karena itu Misbakhun menawarkan kebijakan pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing (QE) dalam bentuk cetak uang. 'Saya sejak awal bicara soal cetak uang, quantitative easing. Tapi Pemerintah kan mazhabnya bukan yang menyetujui cetak uang dengan alasan berbeda currency dengan Amerika, tetapi kan negara lain melakukannya," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan