Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan cara ini dipandang lebih ekonomis lantaran harganya murah ketimbang harus memproduksi sendiri di blok-blok dalam negeri dengan ongkos yang lebih mahal dalam situasi saat ini.
"Sebagian sudah kita beli, dalam minggu ini kita beli juga. Seluruh storage yang ada akan kami gunakan untuk stok tambahan dari crude," kata Nicke, seperti dikutip dari tayangan rapat dengar pendapat dengan Komisi VI di akun Youtube resmi DPR RI, Jumat, 17 April 2020.
Dengan tambahan impor ini, lanjutnya, Pertamina berencana menghentikan sementara pembelian minyak mentah domestik. Utamanya dari para produsen minyak yang produksinya besar seperti PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dari Blok Rokan dan Exxon Mobil Cepu Limited dari Blok Cepu.
Hal ini lantaran harga minyak domestik kini menjadi lebih mahal dibanding impor. “Domestic crude ini harganya tinggi, sehingga kalau diserap ini akan berat Harga Pokok Penjualan (HPP) meningkat tajam," jelas dia.
Terkait pengadaan minyak mentah dan BBM, berdasarkan data Pertamina, Pertamina menetapkan volume impor minyak mentah tahun ini sebesar 83 juta barel atau turun tiga persen dari prognosa 2019 sebesar 86 persen. Selanjutnya, impor produk bensin direncanakan sebesar 119 juta barel atau naik tipis dari progona tahun lalu 118 juta barel.
Selain itu, tambahnya, Pertamina berencana menambah impor gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG) sebesar 220 ribu metrik ton. Penambahan impor LPG ini guna memanfaatkan rendahnya harga LPG sesuai CP Aramco. Data Pertamina menunjukkan bahwa sesuai RKAP, volume impor LPG yang direncanakan awalnya sebesar 6 juta metrik ton, naik tiga persen dibandingkan prognosa tahun lalu 5,8 juta metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News