"Selama ini, kita menganggap tingkat kesejahteraan nelayan masih sama di 2011. Melalui pemutakhiran HPI, kita memiliki program pemberdayaan yang jauh lebih akurat untuk memajukan nelayan," ujar Trenggono dalam keterangan resminya, Selasa, 5 Oktober 2021.
Adapun PP Nomor 85 Tahun 2021 mengatur jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kebijakan ini merupakan implementasi dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang tujuannya memudahkan usaha masyarakat.
Tangkap Nelayan IlegalTrenggono menilai kontribusi PNBP perikanan tangkap pada pendapatan negara tergolong masih kecil. Capaian PNBP SDA Perikanan di 2020 misalnya, berkisar Rp600 miliar. Padahal, nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp220 triliun.
Dengan demikian, PP 85/2021 dinilai instrumen utama untuk mengoptimalkan nilai pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia.
"Fair tidak ini? Negara betul-betul hadir untuk mendorong usaha perikanan tumbuh. Dia membayar saat kembali membawa hasil. Kalau tidak membawa hasil, ya tidak membayar apa-apa," imbuh Trenggono.
Tujuan lain dari terbitnya PP 85/2021, lanjut dia, untuk memberikan keadilan bagi pelaku usaha perikanan di Indonesia. Melalui beleid ini, pemerintah menambahkan sistem penarikan PNBP pascaproduksi, di mana jumlah PNBP yang dibayarkan ke negara sesuai dengan hasil tangkapan.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa hasil PNBP perikanan akan disalurkan kembali untuk pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Seperti, pembangunan dan perbaikan infrastruktur pelabuhan perikanan, pemberian jaminan sosial kepada nelayan dan ABK, hingga memberi dukungan teknologi pada kapal nelayan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News