Ilustrasi. FOTO: Medcom.id
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

Ini Strategi Ancol Bertahan di Tengah Pandemi

Husen Miftahudin • 31 Agustus 2021 08:50
Jakarta: PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) ikut terdampak badai pandemi covid-19. Unit rekreasi yang menjadi pendapatan utama perusahaan mengalami penutupan operasional selama enam bulan sejak Maret 2020.
 
Perseroan pun menyiapkan sejumlah strategi agar bertahan di tengah badai pandemi. Salah satunya dengan menunda seluruh proyek inovasi yang mengeluarkan anggaran cukup besar.
 
"Untuk dapat bertahan di masa pandemi, manajemen melakukan beberapa hal untuk melakukan efisiensi cashflow di antaranya dengan penerapan strategi basic cost," kata Direktur Utama Pembangunan Jaya Ancol Teuku Sahir Syahali, dalam konferensi pers virtual, Senin, 30 Agustus 2021.

Adapun biaya yang dikeluarkan Ancol hanya untuk keselamatan pengunjung, penjadwalan ulang semua proyek, dan fokus pada penyelesaian proyek Symphony of The Sea (kawasan pantai timur).
 
Sementara itu, program-program pengembangan produk yang sempat tertunda karena pandemi akan tetap dijalankan untuk menyiapkan produk-produk yang lebih baik untuk menyongsong masa new normal.
 
"Di antaranya upaya menambah segmen baru dengan pembangunan Masjid Apung, Museum Rasulullah dan fasilitas pendukungnya di kawasan Pantai Timur Ancol, serta penataan pedestrian lanjutan," paparnya.
 
Selain itu, perseroan juga telah mencanangkan inisiatif transformasi bisnis secara menyeluruh sebagai respons terhadap beragam perubahan lokal dan global yang terjadi sangat cepat termasuk pandemi covid-19.
 
"Dengan program transformasi ini, ditargetkan perseroan akan menjadi World Class Brand of Indonesia melalui beragam inisiatif kegiatan dalam aspek finansial, revenue optimization, digital & operation, serta organization & talent," urai dia.
 
Beberapa quick win saat ini sedang disusun untuk mendukung pelaksanaan transformasi meliputi perubahan struktur organisasi yang lebih efisien dan efektif, penyesuaian dan penyempurnaan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dengan kondisi bisnis perusahaan.
 
"Kemudian penyelesaian kewajiban dan utang, serta pengembangan bisnis baru yang dapat meningkatkan revenue dengan membangun kolaborasi," tegas Teuku Sahir.
 
Sepanjang semester I-2021, perusahaan mencatat rugi bersih sebesar Rp94,86 miliar. Meskipun demikian, kerugian yang diderita Ancol tersebut menyusut 35 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya dengan catatan rugi bersih sebanyak Rp146,38 miliar.
 
Pendapatan perseroan per 30 Juni 2021 merosot 17 persen (yoy), dari Rp254,2 miliar menjadi Rp210,8 miliar. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah pengunjung di pintu gerbang utama hingga 57 persen, dari 2,83 juta pengunjung menjadi 1,60 juta pengunjung.
 
"Memang di tahun 2020 pada periode Januari-Februari itu masih buka secara normal. Sedangkan di tahun 2021 kita efektif mulai dari Januari sampai dengan saat ini kita masih buka dalam suasana PPKM," jelasnya.
 
Di sisi lain, jumlah liabilitas perusahaan mengalami kenaikan sebanyak delapan persen, dari Rp2,28 triliun pada 30 Desember 2020 menjadi Rp2,46 triliun pada 30 Juni 2021. Hal ini karena adanya pendebetan obligasi pada Februari 2021.
 
Kondisi tersebut juga membuat aset perseroan naik dua persen, dari Rp4,04 triliun pada 30 Desember 2020 menjadi Rp4,12 triliun di 30 Juni 2021. Meskipun demikian, jumlah ekuitas terkontraksi enam persen menjadi Rp1,66 triliun dibandingkan Rp1,76 triliun.
 
"Meskipun demikian, kinerja keuangan yang tidak terlalu menggembirakan, perusahaan tetap mempertahankan komitmen untuk tidak melakukan lay off (pemecatan) kepada karyawan yang telah ikut membangun perusahaan sampai dengan saat ini," pungkas Teuku Sahir.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan