"Berbagai pasal dalam RPP Kesehatan tersebut didominasi sejumlah larangan terhadap produk tembakau, baik yang bersifat promosi, penjualan, dan produksi," kata Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI Sudarto dikutip dari siaran pers, Selasa, 31 Oktober 2023.
Menurut dia, keberadaan pasal tersebut membuat keberlangsungan lebih dari 226 ribu tenaga kerja anggota organisasi dari industri terkait, utamanya Industri Hasil Tembakau (IHT), menjadi terancam.
"Kami memohon agar pemerintah hadir untuk melindungi mata pencaharian kami. Berbagai ketentuan dalam RPP Kesehatan secara nyata dan terang-benderang dapat mematikan keberlangsungan IHT. Selain itu, berbagai larangan tersebut seolah-olah memposisikan IHT sebagai industri ilegal," ketus dia.
Padahal, Sudarto menambahkan, produk tembakau adalah produk legal yang diakui negara. Bahkan telah menyerap jutaan tenaga kerja dari hulu hingga hilir dan menjadi sumber pendapatan besar bagi penerimaan negara.
"Sebanyak 143 ribu anggota kami menggantungkan nasibnya pada sektor IHT sebagai tenaga kerja pabrikan. IHT adalah sawah ladang kami, tempat kami mencari nafkah. Untuk itu keberadaannya akan terus kami perjuangkan," tegas Sudarto.
Baca juga: Bertentangan dengan UU, Aturan Tembakau Diminta Dikeluarkan dari RPP |
Tak pernah dilibatkan
Sebagai salah satu pemangku kepentingan IHT, RTMM-SPSI juga tidak pernah diundang atau dilibatkan oleh Kemenkes. Padahal seharusnya negara menjamin adanya partisipasi publik pada proses pembuatan kebijakan.
"Namun kami sebagai pemangku kepentingan tidak pernah dilibatkan sekali pun sepanjang pembahasan pasal tembakau RPP Kesehatan. Keberadaan kami seakan-akan dinihilkan oleh Kemenkes dan sama sekali tidak menjadi pertimbangan akan menanggung dampak dari diberlakukannya berbagai peraturan pertembakauan," tutur dia.
Ia juga menyampaikan bahwa mayoritas tenaga kerja sektor IHT adalah perempuan dengan tingkat pendidikan terbatas. Sampai saat ini tidak ada lapangan pekerjaan alternatif yang mampu menyerap profil tenaga kerja tersebut seperti sektor IHT.
Di sisi lain, Sudarto menilai aturan produk yang telah berlaku sekarang, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012, sudah komprehensif dalam mengatur pengendalian produk tembakau.
"Oleh karena itu, aturan tersebut sebaiknya dipertahankan dan diperkuat implementasinya, bukan diganti tanpa ada evaluasi secara komprehensif," ucap dia.
Selain isu terkait IHT, PP FSP RTMM-SPSI berharap pengenaan cukai pada MBDK tidak memberi dampak negatif bagi para pekerja dan tetap memberi perhatian pada pertumbuhan industrinya.
Sudarto menilai berbagai perubahan regulasi bagi industri hasil tembakau dan industri mamin tersebut dapat mengancam kelangsungan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi para anggotanya.
"Kami berharap untuk terus menjadi organisasi yang amanah bagi anggota, berkolaborasi baik dengan mitra industri, serta terus berkontribusi bagi pembangunan bangsa Indonesia," tutup Sudarto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News