Ilustrasi. Foto: Dok. Pertamina
Ilustrasi. Foto: Dok. Pertamina

Pertamina Tak Sendiri Alami Kerugian

Suci Sedya Utami • 01 September 2020 11:08
Jakarta: Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Emma Sri Martini mengatakan Pertamina bukanlah satu-satunya perusahaan di sektor minyak dan gas bumi (migas) yang mengalami kerugian di semester I-2020. Kerugian yang diderita Pertamina sebesar USD767,92 juta setara dengan Rp11,13 triliun.
 
Emma mengatakan perusahaan minyak internasional (International Oil Company/IOC) dan National Oil Company (NOC) juga mengalami kerugian di semester I. Misalnya saja ConocoPhillips dan Eni Energy Company asal Italia yang juga mengalami kerugian.
 
"Kalau dilihat semua NOC dan IOC mengalami kerugian tajam di semester I, memang kita tidak perlu dibandingkan dengan yang besar, tapi dengan Conoco dan Eni itu mengalami kerugian yang jauh lebih besar dari Pertamina," kata Emma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 31 Agustus 2020.

Emma mengatakan yang terpenting saat ini yaitu bagaimana Pertamina berupaya menyelamatkan agar di semester II kerugian tidak berlanjut. Ia mengatakan hal ini akan sangat dipengaruhi oleh data covid-19. Menurut Emma apabila angka covid-19 semakin meningkat, maka tentu akan berpengaruh pada pendapatan perseroan.
 
"Kita sikapi jangan sampai positivity rate covid-19 naik, karena akan berdampak lagi pada revenue kita," tutur Emma.
 
Emma menjelaskan Pertamina mengalami triple shock sehingga membuat perusahaan merugi USD767,92 juta atau setara Rp11,13 triliun.
 
Di antaranya penurunan demand atau permintaan yang mengakibatkan penjualan anjlok. Penurunan demand tersebut tercermin pada konsumsi BBM secara nasional yang hanya sekitar 117 ribu kiloliter (KL) per hari hingga Juni 2020.
 
Jumlah itu turun 13 persen dibandingkan periode yang sama pada 2019 sebanyak 135 ribu KL per hari. Bahkan penurunan demand mencapai 50-60 persen pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar.
 
Kemudian selisih kurs yang menyebabkan kerugian mencapai USD211,83 juta. Padahal di periode yang sama tahun lalu, perseroan mengantongi keuntungan dari selisih kurs sebesar USD64,59 juta.
 
Ketiga, turunnya harga minyak mentah (crude price) pada kuartal kedua yang berdampak pada margin bisnis hulu Pertamina. Sementara, margin usaha hulu merupakan penyumbang EBITDA terbesar yakni sekitar 80 persen.
 
"Kalau biasanya pertamina terdampak karena dua faktor yakni volatilitas crude price dan penurunan kurs. Nah yang sekarang demand yang berdampak sangat signifikan pada revenue kita," jelas Emma.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan