Berdasarkan data dari Bank Dunia, talent gap Indonesia terbesar ada di bidang hospitality and tourism, infrastructure development, sustainable engineering, sustainable management of natural commodities, manufacturing, modern agriculture, serta pendidikan. Empat dari delapan tema tersebut berkaitan dengan keinsinyuran.
"Namun gap atau selisih tersebut mengganggu pertumbuhan Indonesia. Jadi wajar kalau ada pertanyaan, apakah ada broken chain? Ada ketidakselarasan antara kompetensi yang diajarkan di kampus dengan kebutuhan dunia kerja," ujar Heru dalam siaran persnya, Rabu, 25 Agustus 2021.
Menurut Heru, perlu ada penyelarasan antara kebutuhan dunia kerja dengan kompetensi yang dimiliki insinyur. Selain itu, standardisasi juga harus terus dilakukan agar lulusan fakultas teknik lebih bisa bersaing di dunia kerja.
"Hari ini kita sudah memiliki 20 ribu insinyur profesional yang bisa disetarakan dengan insinyur dunia. Setiap tahunnya ada 200 ribu lulusan fakultas teknik. Dari 200 ribu lulusan sarjana teknik di seluruh Indonesia, baru sekitar 20 ribu yang memiliki kompetensi," tukasnya.
Terkait itu, PII terus berperan aktif dalam mendorong standardisasi lulusan fakultas teknik. Kata dia, saat ini standardisasi nasional dan standardisasi internasional politeknik yang ada di Indonesia sudah dilakukan PII.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Djagal Wiseso Marseno menyampaikan bahwa dunia kampus akan berubah secara keseluruhan. Oleh karena itu semua pihak harus bisa mengantisipasi.
"Dunia engineering juga. Kita lihat Tiongkok, sering kita dengar Tiongkok membangun rumah sakit hanya dalam satu hari, membangun jembatan juga demikian. Ini juga harus kita antisipasi," pungkas Djagal Wiseso.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News