Ilustrasi kebun karet PTPN. Foto: dok PTPN.
Ilustrasi kebun karet PTPN. Foto: dok PTPN.

Perdana, PTPN Ekspor Karet Alam ke Uni Eropa

Ade Hapsari Lestarini • 09 Juli 2024 17:38
Medan: PT Perkebunan Nusantara IV, anak Perusahaan Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), mengirim perdana karet alam berkelanjutan yang telah melalui proses due diligence sesuai aturan bebas deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestration Regulation/EUDR).
 
Karet Standard Indonesian Rubber (SIR) produksi PTPN Group akan menjadi bahan baku berbagai produk seperti ban yang akan diekspor ke Uni Eropa. Pengiriman perdana dilakukan di Pelabuhan Belawan, Sumatra Utara, pada Selasa, 9 Juli 2024.
 
Sebelumnya, produk karet alam produksi PTPN Group telah mendapatkan berbagai sertifikasi seperti ISO 9001:2015, ISO 14001:2015, RubberWay dan EcoVadis.

Hal ini menunjukkan PTPN Group telah melakukan praktik-praktik budidaya karet alam yang berkelanjutan. Sistem manajemen perusahaan yang telah menerapkan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) juga mempermudah proses pemenuhan kriteria due diligence EUDR pada produk karet milik PTPN Group.
 

Menghadapi tantangan implementasi EUDR


EUDR adalah inisiatif baru Uni Eropa untuk membatasi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan pertanian di seluruh dunia pada beberapa komoditas seperti kelapa sawit, karet, kopi,
kakao, kedelai, kayu, hingga daging.
 
EUDR akan diimplementasikan pada Januari 2025 untuk perusahaan besar dan pertengahan 2025 untuk produk petani rakyat. Pada komoditas karet, aturan ini akan berpengaruh pada 11 juta hektare (ha) perkebunan karet di seluruh dunia. Hal ini perlu diantisipasi oleh Indonesia, pasalnya Indonesia adalah produsen karet alam nomor dua di dunia setelah Thailand.
 
Bagi perusahaan besar seperti PTPN Group, proses due diligence EUDR bukan menjadi masalah besar. Kebun karet PTPN sudah berkali-kali disertifikasi oleh berbagai pihak dan telah menerapkan sistem traceability atau ketertelusuran yang terintegrasi dalam skema e-farming.
 
"Ini menjadi keuntungan tersendiri bagi PTPN karena produk karet kita mampu telusur sebab berasal dari kebun sendiri," ungkap Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara, Dwi Sutoro, dalam keterangan tertulis, Selasa, 9 Juli 2024.
 
Pengolahan karet alam di PTPN Group pun telah mengikuti standar baku internasional. PTPN Group mampu memproduksi karet alam sebesar 153 ribu ton per tahun, dengan 41 ribu ton di antaranya dihasilkan di Sumatra Utara dan sisanya berasal dari wilayah lain.
 
Saat ini, total kontrak penjualan karet alam di PTPN Group yang harus lolos compliance EUDR adalah sebesar 5,3 ribu ton dan berpotensi naik dengan jumlah besar. Dwi Sutoro mengatakan karet alam PTPN diminati langsung oleh pabrikan ban terkemuka dunia asal Uni Eropa, salah satunya Michelin dan Gajah Tunggal sebagai pabrikan lokal yang mengekspor produknya ke Uni Eropa.
 
 
Baca juga: Kementerian BUMN Optimistis PTPN Mampu Jaga Stabilitas Pangan

 
"Sekitar 70 persen dari produksi karet alam dunia diserap untuk industri ban. Itulah mengapa PTPN Group bersama beberapa produsen ban memulai pilot implementasi due diligence aturan EUDR untuk komoditas karet, yang nantinya akan diolah menjadi produk ban dan dijual di pasar Eropa," ujar dia.
 
Ia menilai komitmen pemenuhan terhadap EUDR ini adalah langkah besar yang menunjukkan komitmen perusahaan dalam menerapkan praktik budi daya perkebunan berkelanjutan.
 
"Salah satu komitmen kami adalah terus menerapkan praktik budi daya komoditas yang berkelanjutan. Saya bisa menjamin kalau kebun yang dikelola sendiri oleh PTPN Group memiliki standar sustainability global. Sembari PTPN Group juga menggandeng petani dan pekebun rakyat agar bisa menerapkan standar yang sama," jelas Dwi Sutoro.
 
Namun semua pihak juga perlu memperhatikan kritik yang muncul terkait dengan tantangan dalam implementasi dan verifikasi regulasi ini. Memastikan kepatuhan di seluruh rantai pasokan yang kompleks dan tersebar luas memerlukan sistem pengawasan yang canggih dan biaya tinggi.
 
Beberapa pihak masih meragukan apakah mekanisme verifikasi yang ada saat ini cukup efektif untuk memastikan karet yang diekspor ke Uni Eropa benar-benar bebas dari deforestasi. Oleh karena itu, secara nasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sudah mengkoordinasikan berbagai pihak untuk membangun sebuah sistem nasional dalam rangka memverifikasi kawasan budi daya karet dan komoditas strategis lain yang terdampak, penanamannya di suatu daerah dapat dibuktikan secara sah dan legal serta aktual jika tidak berada dalam Kawasan hutan versi Pemerintah Indonesia, dan juga memiliki sistem yang tertelusur dari hulu hingga rantai pasok ke hilir.
 
Sehingga upaya diplomasi dalam menyamakan pemahaman regulasi, serta meningkatkan keberterimaan upaya Pemerintah Indonesia selama ini untuk menjawab hal tersebut menjadi fokus utama kita semua.
 
"Selain itu, kita juga terus mendorong kerja sama kawasanara untuk menghadapi tantangan implementasi EUDR ini. Perlu diketahui jika lebih dari 75 persen karet alam global itu diproduksi di Asia Tenggara, Indonesia menjadi produsen terbesar kedua di dunia setelah Thailand," ujar Dwi Sutoro.
 
Sejak 2001, negara penghasil karet alam utama di dunia yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia membentuk International Tripartite Rubber Council (ITRC). Indonesia terus mengajak dua negara anggota ITRC lainnya untuk melindungi petani karet dan menyusun langkah bersama mengatasi berbagai persoalan karet alam.
 

Perkebunan rakyat perlu diperhatikan


Dwi Sutoro menjelaskan bila saat ini yang perlu menjadi perhatian bersama adalah budi daya komoditas pada petani rakyat. Data Kementerian Pertanian dalam Outlook Komoditas Perkebunan Karet menyebutkan 87 persen luas areal kebun karet di Indonesia adalah
perkebunan rakyat, diikuti oleh perusahaan besar swasta sebesar 7,5 persen dan perusahaan besar negara sebesar 5,5 persen.
 
"PTPN Group bersama dengan perusahaan swasta perlu memberikan daya ungkit terhadap perkebunan rakyat. Apalagi untuk menghadapi tantangan EUDR dengan peraturan yang cukup rigid, semua pihak perlu turun gunung untuk menyokong perkebunan rakyat," ungkap dia.
 
Pada perkebunan rakyat, regulasi ini dapat menambah beban administratif dan keuangan bagi petani kecil yang mendominasi produksi karet alam. Petani kecil sering kali tidak memiliki sumber daya untuk memenuhi persyaratan baru yang ditetapkan oleh regulasi ini, seperti pelacakan asal-usul karet dan kepatuhan terhadap standar keberlanjutan yang ketat.
 
Hal ini dapat membuat mereka kesulitan untuk tetap beroperasi atau beralih ke pasar yang tidak diatur yang mungkin lebih permisif terhadap deforestasi.
 
"Mari kita bersatu, menyuarakan produk perkebunan Indonesia yang lestari, meningkatkan kesejahteraan petani, dan menjaga bisnis ini terus berkelanjutan untuk anak cucu kita," tegas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan