Peneliti Lakpesdam PBNU Hifdzil Alim mengatakan, rencana revisi PP 109/2012 makin memberatkan petani karena pada dasarnya peraturan yang saat ini berlaku sudah membatasi ruang gerak mereka. Ia berharap pemerintah seharusnya melakukan kajian akademik sebelum melakukan rencana revisi PP tersebut.
"Ini seperti ada porsi yang tidak setara antara kepentingan kesehatan dan ekonomi. Keberpihakannya kepada petani sangat minim. PP 109/2012 terbukti sangat dirasakan dampaknya oleh para petani tembakau," kata dia dilansir di Jakarta, Selasa, 3 Agustus 2021.
Menurut riset Lakpesdam PBNU, kebijakan pertembakauan dan PP 109/2012 telah membatasi gerak petani tembakau di tiga daerah penghasil tembakau yaitu Pamekasan, Rembang Jawa Tengah, dan Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB). Ini disebabkan karena banyaknya pembatasan-pembatasan produksi, pemasaran, dan konsumsi.
Hifdzil menjelaskan bahwa implementasi PP 109/2012 memberi dampak negatif terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) khususnya petani. Di Pamekasan misalnya, perusahaan rokok yang membuka cabang pembelian tembakau di Pamekasan terus mengurangi volume pembelian tembakau.
Dampak yang sama juga terjadi di Rembang yakni adanya pembatasan kuota bagi mitra petani. Hal menimbulkan kerugian pada mitra maupun petani. Sementara di Lombok, petani dihadapkan pada masalah penyempitan lahan untuk tembakau.
"Tidak semua daerah yang sebelumnya ditanami tembakau, bisa ditanami komoditas lain. Kalau diganti dengan semangka misalnya, itu bisa tidak hasilnya sama dengan tembakau? Ini menjadi pertanyaan dan belum bisa kita jawab solusinya," ujar Hifdzil.
Bupati Pamekasan Baddrut Tamam sebelumnya juga menyampaikan posisi pertanian tembakau saat ini dalam kondisi dilematis sehingga rencana revisi PP 109/2012 dinilai tidak bijak dilakukan sekarang. Menurutnya, belum ada urgensi untuk melaksanakan revisi PP 109/2012 saat ini.
"Dipertahankan sepertinya mau mati, tidak dipertahankan banyak masyarakat yang masih bergantung hidupnya dari bertani tembakau, nah ini yang harus kita sikapi secara bijak," jelas dia.
Ia menambahkan, tanpa revisi PP 109/2012 saja para petani dan pengusaha tembakau sudah terbebani peraturan pemerintah dan kenaikan tarif cukai 2020. Apalagi saat ini IHT juga tengah tertekan akibat pandemi covid-19 sehingga dampaknya begitu dirasakan oleh para petani tembakau.
"Keberlangsungan kehidupan rakyat harus diutamakan di masa pandemi covid-19. Revisi peraturan perlu dikaji ulang dengan memikirkan kebutuhan masyarakat petani tembakau dan keberlangsungan IHT," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News