PT PLN (Persero) menerapkan 20 ribu transformasi dalam menjawab tantangan perubahan iklim akibat meningkatnya emisi karbon (Foto:Medcom.id/Gervin N Purba)
PT PLN (Persero) menerapkan 20 ribu transformasi dalam menjawab tantangan perubahan iklim akibat meningkatnya emisi karbon (Foto:Medcom.id/Gervin N Purba)

Transformasi PLN Hadapi Tantangan Perubahan Iklim

Gervin Nathaniel Purba • 02 Februari 2021 13:40
Jakarta: PT PLN (Persero) menerapkan 20 ribu transformasi dalam menjawab tantangan perubahan iklim akibat meningkatnya emisi karbon. Dari 20 ribu transformasi, 13 di antaranya mengandalkan digitalisasi.
 
Tingkat emisi karbon menjadi perhatian serius negara. Termasuk Indonesia. Masing-masing perusahaan, seperti energi melakukan berbagai inovasi untuk berkontribusi mengurangi kadar emisi karbon tersebut. Salah satunya mengandalkan energi baru terbarukan (EBT)
 
"Dulu fluktuasi di demand saja, sekarang begitu ada energi baru terbarukan (EBT) masuk ke dalam sistem kami, maka ada intermittent. Kami harus siap hadapi itu," ujar Wakil Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo, pada acara Media Group News (MGN) Summit Indonesia 2021, Kamis, 28 Januari.

Dalam hal digitalisasi, PLN mengandalkan digitalisasi untuk menyeimbangkan antara pasokan dan demand. Tanpa ada digitalisasi, sangat sulit untuk mengatur beban dan pasokan yang fluktuatif.
 
"Pembangkit listrik kami juga terdigitalisasi. Kami menginginkan bukan hanya meningkatkan keandalan, tapi juga efisiensi," ujar Darmawan.
 
Di sisi lain, PLN dihadapkan pada tantangan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM. Dalam hal ini, ada 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang akan dikonversi ke EBT.
 
Menurut Darmawan, konversi tersebut akan menyangkut soal based load (beban listrik dasar). Hal tersebut dinilai sebagai tantangannya. "Based load ubah dari PLTS itu intermittent, sehingga tidak matching," katanya.
 
Untuk itu, pembangunan pabrik baterai berbasis nikel dinilai menjadi sebuah solusi. Menurut Darmawan, Kementerian BUMN melalui PT Pertamina sedang membangun pabrik besar tersebut. Diharapkan pada 2024-2025 sudah bisa beroperasi.
 
"Produksi baterai itu sendiri bila dikaitkan dengan basis base load akan ada penyimpanan. Desain ini lebih kompleks dan bisa dipantau langsung," ucapnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan