Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. FOTO: Banggar DPR RI
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. FOTO: Banggar DPR RI

Banggar DPR Dorong Reformasi Subsidi Energi

Angga Bratadharma • 11 Agustus 2022 18:48
Jakarta: Ketua Badan Anggaran DPR MH Said Abdullah menilai Indonesia akan mengalami situasi yang kurang lebih hampir sama dengan tahun ini terkait minyak bumi dunia. Adapun berbagai lembaga energi nasional dan internasional pada Juni dan Juli 2022 telah menyampaikan forecasting energi global pada 2023.
 
Sedangkan SKK Migas memperkirakan harga minyak di 2023 masih berada di level USD100 per barel. Tingginya harga ini masih dipengaruhi oleh konflik Rusia dan Ukraina yang belum mereda. Selain itu, membaiknya pandemi covid-19 membuat permintaan akan minyak dunia meningkat.
 
Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) menyatakan permintaan minyak dunia akan naik lebih dari dua persen ke rekor tertinggi 101,6 juta barel per hari (bph) pada 2023. Perkiraan yang sama dirilis oleh OPEC+ pada Juni lalu. Mereka menyatakan suplai minyak global akan naik di level 10-102 juta barel per hari.

"Dengan mempertimbangkan forecasting berbagai lembaga kredibel terhadap volume produksi dan harga minyak bumi dunia, tampaknya kita akan mengalami situasi yang kurang lebih hampir sama dengan tahun ini terkait minyak bumi global," kata Said, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 11 Agustus 2022.
Baca: Mekari, Solusi Digital Tingkatkan Resiliensi UMKM Hadapi Gejolak Ekonomi

Di 2022 ini, lanjutnya, APBN menghadapi beban berat subsidi energi akibat naiknya harga minyak bumi dunia. Pemerintah sudah menambahkan alokasi subsidi energi Rp74,9 triliun dari plafon awal sebesar Rp134 triliun (Rp77,5 triliun LPG dan BBM serta listrik Rp56,5 triliun), dan tambahan alokasi pembayaran kompensasi BBM dan Listrik sebesar Rp.275,0 triliun.
 
"Tambahan kompensasi itu diperuntukkan kompensasi BBM sebesar Rp234,0 triliun serta kompensasi listrik sebesar Rp41,0 triliun. Selain itu pemerintah harus melunasi biaya kompensasi energi tertanggung di 2021 sebesar Rp108,4 triliun dengan rincian sebesar Rp83,8 triliun untuk BBM dan Rp24,6 triliun untuk listrik," kat Said.
 
Selain persoalan harga minyak bumi tahun depan yang diperkirakan tetap tinggi, lanjutnya, potensial beban subsidi juga akan bertambah jika melihat tren konsumsi BBM dan listrik yang bakal naik seiring dengan terus membaiknya keadaan ekonomi domestik.
 
"Selisih harga antara harga pertalite dan pertamax berpeluang mendorong migrasi konsumsi pertalite akan lebih besar, sehingga kebutuhan konsumsi terhadap pertalite semakin meningkat," ucapnya.
 
Mempertimbangkan perkiraan ke depan dan tren konsumsi BBM selama ini, tambahnya, sebaiknya pemerintah segera membuat berbagai kebijakan untuk mengantisipasi tekanan terhadap APBN pada sisi subsidi energi di 2023. Beberapa langkah mitigasi yang bisa dilakukan pemerintah yakni melakukan reformasi kebijakan subsidi energi sesegera mungkin.
 
Kemudian, pemerintah perlu secara perlahan menaikkan harga BBM, LPG, dan Listrik bersubsidi dengan tetap mempertimbangkan kondisi makroekonomi, serta daya beli rakyat, terutama golongan menengah bawah. Namun pada saat harga energi rendah pemerintah juga menurunkan harga BBM, LPG, dan listrik.
 
"Kebijakan seperti ini pernah kita lakukan beberapa tahun lalu, dan masih sangat relevan digunakan sebagai skema untuk menyeimbangkan kekuatan fiskal APBN kita," pungkasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan