"Secara umum saya berpendapat distribusi bantuan sosial selama pandemi (dua tahun belakangan) ini sudah cukup baik, setidaknya ada perbaikan dari tahun ke tahun," kata Fajar saat dihubungi, Rabu, 6 April 2022.
Perbaikan pertama terlihat dari aspek cakupan. Fajar menilai, dari tahun ke tahun cakupan bantuan sosial terus membaik. Itu karena pemerintah mulai menyadari pentingnya pemutakhiran data secara berkala agar penyaluran bantuan dapat tepat sasaran.
Aspek kedua ialah skema bantuan sosial. Di 2020 pemerintah terlihat gagap menentukan skema bantuan sosial yang bisa menjaga daya beli masyarakat. Di tahun yang sama, skema campuran antaran transfer tunai dan barang diimplementasikan.
Namun, kata Fajar, di 2021 pemerintah tampak belajar dari pengalaman di 2020. "Permasalahan ekonomi secara makro dan rumah tangga itu adalah masalah likuiditas, intinya masyarakat butuh dana segar yang bisa dibelanjakan untuk kebutuhan dasarnya di tengah pandemi," terangnya.
Aspek ketiga yaitu mekanisme distribusi. Fajar menilai, keruwetan seringkali terjadi ketika terjadi ketidak-praktisan pendistribusian bantuan sosial. Namun seiring berjalannya waktu dan didorong oleh disrupsi teknologi, pemerintah akhirnya sadar pendistribusian bansos itu harus lebih cepat, efisien, dan tepat sasaran.
Karenanya, belakangan ini bantuan sosial dicairkan dalam bentuk tunai melalui e-banking, sistem voucher, dan fintech. Hal itu menurut Fajar menjadi lebih relevan, terutama di tengah rentannya penyebaran covid-19.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, bantuan sosial dengan skema bantuan langsung tunai (BLT) amat tepat untuk menjaga daya beli masyarakat. Sebab, penerima BLT dapat menggunakan dana bantuan itu secara fleksibel untuk melakukan konsumsi.
"Flexibility dalam penggunaan BLT menurut saya jauh lebih efektif, terlepas dari kontroversi BLT biasanya digunakan untuk membeli rokok atau bayar utang," pungkas Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News