Penjualan rokok. Foto : MI/Panca Syaukarni.
Penjualan rokok. Foto : MI/Panca Syaukarni.

Kebijakan Cukai soal Batasan Produksi Bikin Rokok Murah Marak

Eko Nordiansyah • 25 Mei 2022 19:25
Jakarta: Prevalensi perokok Indonesia dinilai akan terus meningkat selama rokok murah masih marak beredar di masyarakat. Kondisi ini dinilai mengkhawatirkan karena kebiasaan merokok memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan mengancam masa depan generasi muda.
 
Peneliti Center of Human and Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Roosita Meilani mengatakan keberadaan rokok murah ini mengancam kesehatan masyarakat karena memiliki dampak negatif.
 
"Banyaknya rokok yang harganya murah ini memudahkan akses pada rokok, menyebabkan penyakit-penyakit yang berbiaya mahal," kata Roosita kepada wartawan, Rabu, 25 Mei 2022,

Roosita menilai maraknya rokok murah oleh perusahaan golongan 2 juga menjadi persoalan yang serius. Sebab pengendalian konsumsi rokok menjadi sulit sehingga bisa berimbas kepada masa depan generasi muda Indonesia dari sisi kesehatan.
 
"Dari sisi pengendalian tembakau, ini sangat merugikan. Pasalnya, tarif cukai rokok golongan 2 yang lebih rendah sekitar 50 sampai 60 persen (PMK 192/010/2021) dari golongan 1, terutama untuk rokok mesin, menyebabkan rokok murah semakin marak," ungkapnya.
 
Ia menyebut, celah kebijakan cukai dari sisi batasan produksi dimanfaatkan oleh industri rokok untuk dapat membayar cukai lebih murah. Misalnya dengan menaikan batas produksi segmen sigaret kretek mesin dari dua miliar batang menjadi tiga miliar batang.
 
"Ini merupakan salah satu indikasi dan strategi industri rokok dalam memainkan volume produksinya. Dengan memainkan produksi di golongan 2, maka industri punya kesempatan membayar cukai lebih murah padahal produksinya naik. Akhirnya yang rugi adalah penerimaan cukai rokok untuk negara," ujar dia.
 
Pelonggaran batasan produksi dinilai Rosita dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebagai strategi beruntun (snowball effect). Hal ini merugikan bagi industri rokok dengan produksi di bawah dua miliar batang karena ditekan predatory pricing.
 
Senada, Project Lead Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives Iman Mahaputra Zein mengatakan, peredaran rokok mesin dengan harga murah sangat mudah didapat. Menurutnya, keberadaan rokok murah bisa mengancam kesehatan masyarakat.
 
Ia menjelaskan keberadaan rokok murah juga dipicu oleh kondisi sistem cukai saat ini. Sebab perusahaan dapat menghindari pembayaran cukai yang lebih tinggi dengan membatasi volume produksi agar dikategorikan dalam kelompok golongan tarif cukai yang lebih rendah.
 
Hal ini juga dipengaruhi oleh perubahan batasan produksi sigaret kretek mesin yang tadinya dua miliar batang diubah menjadi tiga miliar batang pada 2017. Padahal seharusnya pemerintah tetap berkomitmen terhadap peningkatan pengendalian.
 
"Dengan batasan produksi yang longgar ini, pihak perusahaan tidak perlu naik ke golongan 1 yang tarif cukainya lebih tinggi, namun bisa menambah jumlah produksi hingga satu miliar batang. Batasan produksi ini justru memberikan kelonggaran," pungkas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan