CEO & Co-Founder HAUS! Gufron Syarif
CEO & Co-Founder HAUS! Gufron Syarif

Digitalisasi Diyakini Mampu Mengangkat Perekonomian UMKM

Medcom • 24 Agustus 2022 17:00
Jakarta: Digitaliasi usaha mikro kecil menengah (UMKM) diyakini mampu meningkatkan perekonomian.
 
CEO & Co-Founder HAUS! Gufron Syarif mengatakan, naik kelas dan menjadi lebih besar adalah tujuan dan harapan semua pebisnis. Namun menuntut upaya yang lebih baik dalam pengelolaan dan pengembangan produk, pemasaran, hingga tata kelola keuangan yang baik.
 
Gufron mengaku pernah berjualan ayam goreng dan rendang kemasan. Kedua usaha itu gagal dan harus tutup.
 
Pasar yang tidak berkembang membuat Gufron beralih ke bisnis minuman dengan target pasar generasi muda.
 
Setelah riset panjang soal jenis usaha yang sesuai di level nasional dan regional, pada 2015 Gufron mulai merintis HAUS!.
 
Menurutnya, UMKM naik kelas bukan hanya naik segmen target, tetapi juga skala usaha atau target pasar. Jenis usaha yang dipilih tidak lagi berdasarkan selera atau insting, tetapi perlu mengandalkan riset pasar.
 
“Dulu usaha ayam goreng dan rendang itu berdasarkan insting saja. Pola pikir itu harus diubah. Kalau kita ingin besar, kita harus tahu apa yang market butuhkan berdasarkan riset. Jadi, saya lakukan market research peta FnB di Indonesia dan luar negeri,” kata Gufron saat Webinar UMKM Untuk Indonesia, Jumat 12 Agustus 2022.
 
Gufron mengungkapkan, untuk naik kelas langkah awalnya adalah melakukan riset pasar. Sebelum mendirikan HAUS, di Tanah Air kala itu (2015) muncul kopi susu yang fenomenal dengan brand Tuku. Dengan toko seluas 4x8 meter, Tuku bisa menjual kopi hingga 1.000 cup sehari dengan harga Rp15 ribu per cup.
 
Keyakinan untuk masuk ke segmen minuman kekinian bertambah dengan kehadiran layanan online delivery beberapa tahun terakhir. Mereka telah mengubah peta pasar FnB. Menurutnya, bagi UMKM, memanfaatkan saluran teknologi termasuk e-commerce merupakan suatu keharusan.
 
“Setelah Tuku, muncul brand toko lainnya. Artinya, saya harus belajar mengenai industri minuman grab and go. Sejak ada online delivery, pertumbuhan luar biasa. Saya pelajari market minuman kekinian dari China. Bahkan ada brand kopi dari Tiongkok yang mampu IPO (initial public offering) di Nasdaq, Amerika Serikat,” katanya.
 
Yang menarik dari riset pasar Tiongkok, kata Gufron, industri minuman bubble tea lebih besar daripada kopi. Sementara di Tanah Air pada 2015 yang lagi hype atau tren adalah kopi susu. Alasannya, anak muda lebih suka minuman manis, sementara kopi lebih digemari orang dewasa.
 
“Saya pelajari seperti apa market Indonesia. Setelah itu, saya memutuskan masuk ke kategori Boba (bubble tea). Karena modal terbatas, saya mulai dari kelas menengah ke bawah. Sekitar 45% penduduk Indonesia justru menengah ke bawah, tapi daya beli tidak sebaik menengah ke atas,” tambahnya.
 
Untuk itu, Gufron menyarankan UMKM yang ingin naik kelas bisa mulai dengan menyasar pasar menengah ke bawah karena belanja modal yang lebih kecil dibandingkan langsung ke pasar kelas menengah ke atas. Pasalnya, kelas menengah ke atas sangat menuntut branding, kebersihan dan lokasi yang luas sehingga butuh biaya yang lebih besar.
 
Toko pertama HAUS!, katanya, berlokasi di daerah Kemanggisan dengan luas hanya 4x3 meter. Biaya sewa saat itu hanya Rp4 juta sebulan atau setara dengan Rp48 juta setahun. Dengan modal minim, HAUS mulai berjalan.
 
“Setelah bisnis berjalan, saatnya melebarkan sayap ke pasar menengah ke atas. Dari toko 3x4 meter, sekarang 5x15 meter dengan AC, TV, serta tampilan yang lebih bersih dengan alat yang lebih modern. Soalnya, hal yang paling penting buat pasar menengah ke atas ialah kebersihan. Itu terwujud setelah HAUS! berdiri selama dua tahun,” jelasnya.
 
Gufron menuturkan tips selanjutnya ialah, ketika mendapatkan keuntungan, UMKM harus menginvestasikan lagi untuk mengembangkan usaha. HAUS! terus melakukan investasi karena berdasarkan riset, pasar minuman Boba tumbuh 8% per tahun.
 
Selain itu, kata Gufron, jangan memilih produk yang kita sukai, tetapi produk yang memiliki pertumbuhan bagus karena sesuai dengan selera pasar.
 
Gufron menambahkan, hal penting lainnya ialah tidak harus menyasar ke segmen kelas atas atau menengah. Jauh lebih penting menjadi juara di kelas masing-masing. Dengan kata lain, yang lebih penting ialah bagaimana membesarkan usaha kita.
 
“Dari yang tadi tidak punya pembukuan, mulai tertib. Dari yang tadi tidak punya branding, cuma jual barang, sekarang sudah punya brand dikenal orang karena tiap segmen itu sama seksinya,” paparnya.
 
Gufron menambahkan, seiring waktu, dengan dana yang lebih besar, kepercayaan mulai muncul. HAUS! pun kemudian naik kelas tanpa meninggalkan market menengah ke bawah yang cukup besar. Ketika naik kelas, UMKM juga perlu menyediakan anggaran marketing sekitar 5% dari omset untuk membangun kesadaran secara online dan offline. 
 
“Yang penting ialah tim atau organisasi. Saya mencoba mapping kekuatan dan kelemahan saya, sehingga merekrut orang yang punya kelebihan. Saya bikin tim, walaupun ada yang harus dibagi tapi itu tidak masalah karena usaha juga berkembang,” tutupnya.
 
Webinar ini merupakan serial dari tema besar UMKM Bangkit, Ekonomi melejit yang diselenggarakan PT HM Sampoerna Tbk bertema UMKM Go Digital.
 
Selain Gufron, webinar juga diisi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Agus Budi Setiawan dari toko Sampoerna Retail Community (SRC) Indra Jaya, Susmiatiningsih dari toko SRC Toko Cemara Tujuh, Adi Widodo dari toko SRC Nikimura, Irfan Prabowo selaku Head of Marketing Lemonilo, dan Executive Director-Strategic Collaboration iDea Arshy Adini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan