Jakarta: Kementerian dan Kelautan (KKP) memperkirakan sebanyak dua juta lebih nelayan merugi karena biaya melaut yang tinggi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menjelaskan, nelayan atau pengusaha yang memiliki kapal berbobot lebih dari 10 gross ton (GT) paling merasakan dampak itu.
"Untuk kapal yang diatas 10 GT itu ada 200 ribu kapal, kalau dikalikan 10 orang per kapal bisa sampai dua juta nelayan yang terdampak langsung terhadap kenaikan BBM," ujarnya di Kantor KKP, Kamis, 28 Juli 2022.
Kemudian, untuk pemilik kapal di atas 30 GT mencapai 200 ribu orang. Angka ini dihitung berdasarkan jumlah izin kapal sebanyak 6.700 unit dengan dikali rata-rata 30 nelayan per kapal. Sehingga, diperkirakan ada 2,2 juta nelayan yang merugi karena harus membayar lebih biaya operasional.
Zaini menerangkan, untuk kapal bermuatan di bawah lima GT mendapat subsidi solar dari pemerintah dengan harga di bawah Rp10 ribu per liter. Sedangkan di atas muatan itu tidak mendapat subsidi dengan harga solar sekitar Rp18 ribu hingga Rp20 ribuan per liter.
"Kalau di bawah 5 GT dia ada subsidi, dia tidak langsung terdampak. Tapi yang di atas 10 GT berdampak sekali. Ini otomatis bisa jadi pengangguran," kata Zaini.
Ia menambahkan, kapal-kapal Pelabuhan Muara Baru di Jakarta Utara banyak yang menumpuk karena tidak beroperasi. Dari yang sebelumnya ada 300 kapal, saat ini menjadi 800 kapal yang mangkrak.
"Anda bisa melihat ke Muara Baru betapa menumpuknya kapal-kapal itu. Sekarang sudah mencapai 800 kapal, ini karena dampak kenaikan BBM," terangnya.
Zaini menambahkan, jumlah kapal yang melaut pun menyusut hingga 50 persen. "Yang minta berlayar itu drop 50 persen. Tadinya 4.000 ribu, sekarang 2.000 ribuan kapal tidak melaut," pungkasnya.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menjelaskan, nelayan atau pengusaha yang memiliki kapal berbobot lebih dari 10 gross ton (GT) paling merasakan dampak itu.
"Untuk kapal yang diatas 10 GT itu ada 200 ribu kapal, kalau dikalikan 10 orang per kapal bisa sampai dua juta nelayan yang terdampak langsung terhadap kenaikan BBM," ujarnya di Kantor KKP, Kamis, 28 Juli 2022.
Kemudian, untuk pemilik kapal di atas 30 GT mencapai 200 ribu orang. Angka ini dihitung berdasarkan jumlah izin kapal sebanyak 6.700 unit dengan dikali rata-rata 30 nelayan per kapal. Sehingga, diperkirakan ada 2,2 juta nelayan yang merugi karena harus membayar lebih biaya operasional.
Zaini menerangkan, untuk kapal bermuatan di bawah lima GT mendapat subsidi solar dari pemerintah dengan harga di bawah Rp10 ribu per liter. Sedangkan di atas muatan itu tidak mendapat subsidi dengan harga solar sekitar Rp18 ribu hingga Rp20 ribuan per liter.
"Kalau di bawah 5 GT dia ada subsidi, dia tidak langsung terdampak. Tapi yang di atas 10 GT berdampak sekali. Ini otomatis bisa jadi pengangguran," kata Zaini.
Baca juga: Mudahkan Nelayan Dapat BBM, Pertamina Dukung Penambahan Jumlah SPBN di Manokwari |
Ia menambahkan, kapal-kapal Pelabuhan Muara Baru di Jakarta Utara banyak yang menumpuk karena tidak beroperasi. Dari yang sebelumnya ada 300 kapal, saat ini menjadi 800 kapal yang mangkrak.
"Anda bisa melihat ke Muara Baru betapa menumpuknya kapal-kapal itu. Sekarang sudah mencapai 800 kapal, ini karena dampak kenaikan BBM," terangnya.
Zaini menambahkan, jumlah kapal yang melaut pun menyusut hingga 50 persen. "Yang minta berlayar itu drop 50 persen. Tadinya 4.000 ribu, sekarang 2.000 ribuan kapal tidak melaut," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News