Jakarta: Subsidi pemerintah sebesar Rp500 per liter terhadap solar, ternyata tidak menutup selisih biaya keekonomian yang sangat tinggi.
Pasalnya, PT Pertamina (Persero) masih harus nombok sebesar Rp7.300 per liter, sebelum nantinya dibayarkan kembali oleh pemerintah melalui mekanisme kompensasi.
"Setiap satu liter solar subsidi, negara menyubsidi Rp7.800. jadi nilai subsidinya lebih mahal dari harga jualnya kepada masyarakat," ujar Nicke dalam keterangan resmi dikutip Rabu, 30 Maret 2022.
Nicke menjelaskan realisasi penyaluran solar subsidi Januari-Februari 2022 sudah over kuota 10 persen. "Sebenarnya secara aturan kami tidak boleh over kuota, tetapi mempertimbangkan peningkatan mobilitas dan logistik masyarakat apalagi menjelang Ramadan dan Idulfitri, maka Pertamina menaikkan penyalurannya," jelas Nicke.
Pertamina, kata Nicke, telah melakukan beberapa hal untuk memastikan tidak ada lagi antrean di SPBU karena dari sisi suplai stok solar subsidi mencukupi. Pertamina dan pemerintah bersepakat untuk dilakukannya relaksasi penyaluran kuota, khususnya untuk daerah-daerah yang sudah over kuota.
Pasalnya, PT Pertamina (Persero) masih harus nombok sebesar Rp7.300 per liter, sebelum nantinya dibayarkan kembali oleh pemerintah melalui mekanisme kompensasi.
"Setiap satu liter solar subsidi, negara menyubsidi Rp7.800. jadi nilai subsidinya lebih mahal dari harga jualnya kepada masyarakat," ujar Nicke dalam keterangan resmi dikutip Rabu, 30 Maret 2022.
Nicke menjelaskan realisasi penyaluran solar subsidi Januari-Februari 2022 sudah over kuota 10 persen. "Sebenarnya secara aturan kami tidak boleh over kuota, tetapi mempertimbangkan peningkatan mobilitas dan logistik masyarakat apalagi menjelang Ramadan dan Idulfitri, maka Pertamina menaikkan penyalurannya," jelas Nicke.
Pertamina, kata Nicke, telah melakukan beberapa hal untuk memastikan tidak ada lagi antrean di SPBU karena dari sisi suplai stok solar subsidi mencukupi. Pertamina dan pemerintah bersepakat untuk dilakukannya relaksasi penyaluran kuota, khususnya untuk daerah-daerah yang sudah over kuota.
4 langkah Pertamina normalisasi penyaluran solar subsidi:
- Tambahan pasokan solar subsidi sesuai demand di wilayah yang kritis/terjadi antrean.
- Melakukan koordinasi dengan aparat untuk pengamanan penyaluran solar subsidi dan penindakan penyelewengan solar subsidi.
- Melakukan koordinasi dan menginformasikan kepada pemda bahwa terdapat keterbatasan penetapan kuota solar subsidi dan dukungan regulasi untuk mengatur penyaluran solar subisidi serta usulan penambahan kuota kepada BPH Migas.
- Memastikan ketersediaan solar subsidi dan mendorong konsumen untuk membeli solar nonsubsidi.
Sementara itu, menyikapi nomboknya Pertamina dalam penjualan solar subsidi, Komisi VII DPR memberikan dukungan kepada BUMN tersebut. Dalam RDP dengan Dirjen Migas KESDM, BPH Migas, dan Pertamina, Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah agar kompensasi kepada PT Pertamina sekitar Rp100 triliun dapat segera dibayarkan.
Pembayaran kompensasi tersebut, guna mencegah krisis likuiditas PT Pertamina (Persero) yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM Nasional. "Komisi VII mendesak pemerintah agar kompensasi kepada Pertamina yang bernilai Rp100 triliun segera dibayarkan guna mencegah krisis likuiditas Pertamina yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM nasional," tegas Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno.
Pembayaran kompensasi tersebut, guna mencegah krisis likuiditas PT Pertamina (Persero) yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM Nasional. "Komisi VII mendesak pemerintah agar kompensasi kepada Pertamina yang bernilai Rp100 triliun segera dibayarkan guna mencegah krisis likuiditas Pertamina yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM nasional," tegas Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News