"Kami difokuskan untuk melakukan transisi energi di halaman sendiri, yakni di lokasi-lokasi operasi milik Pertamina Group melalui inisiatif dekarbonisasi dan efisiensi dengan menyediakan energi hijau," kata Chief Executive Office Pertamina NRE Dannif Danusaputro, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 9 Maret 2022.
Dannif mengungkapkan, dekarbonisasi atau emisi nol persen menjadi tekad banyak negara sebagai upaya memerangi pemanasan global yang semakin mengancam keberadaan bumi dan umat manusia. Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan menargetkan emisi nol persen pada 2050. Indonesia sendiri memiliki target pada 2060.
Sebagai langkah awal, pemerintah mencanangkan target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030. Jika ada bantuan dari dunia internasional, penurunan emisi GRK domestik bisa mencapai 41 persen pada 2030.
Pada saat yang sama, pemerintah telah mengesahkan target baru yang didominasi oleh energi hijau di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, dalam upaya untuk mencapai bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025, serta Rencana Umum Ketenagalistrikan 2019-2038 yang menargetkan bauran energi sebesar 28 persen pada 2038 dan 31 persen pada 2050.
Pertamina menargetkan 17 persen energi bersih dalam portofolio bisnisnya pada 2030. Sedangkan Pertamina NRE telah ditetapkan target kapasitas energi bersih sebesar 10 GW pada 2026. Jumlah itu meliputi 5 GW pembangkit gas, 4 GW energi terbarukan (di dalamnya termasuk panas bumi), serta satu GW energi baru seperti green hydrogen, electric vehicle, nature climate solution, dan lainnya.
"Mayoritas portofolio hijau tersebut berada dalam pengelolaan Pertamina NRE beserta anak-anak usaha dan afiliasinya. Semua target yang dicanangkan akan dicapai dengan kolaborasi, baik dengan internal Pertamina Group maupun perusahaan lainnya yang memiliki visi selaras," harap Dannif.
Pencapaian target-target tersebut akan dilakukan oleh Pertamina NRE melalui anak usaha dan afiliasi. Seperti halnya pengembangan panas bumi, green hydrogen dilakukan oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang sudah memiliki kapasitas terpasang 672 MW own operation, dan untuk pengembangan gas to power dilakukan oleh PT Jawa Satu Power dan PT Jawa Satu Regas, contohnya proyek Jawa-1 dengan kapasitas 1,8 GW.
Untuk pemenuhan target EV Ecosystem, Pertamina NRE bersama holding perusahaan tambang pemerintah MIND ID, PT Aneka Tambang, dan PT PLN yang tergabung dalam Indonesia Battery Corporation (IBC) memfokuskan untuk bergerak di industri baterai dari hulu ke hilir, mulai dari penyediaan baterai untuk kendaraan listrik, stasiun pengisian listrik umum (SPLU), dan ekosistem pendukung lainnya.
"Kolaborasi ini diharapkan bisa mendorong transisi di sektor transportasi, dari BBM fosil ke kendaraan listrik," tutur dia.
Dalam rangka mewujudkan transisi energi yang dimulai dari halaman sendiri, lanjutnya, Pertamina NRE telah melakukan kolaborasi dengan sub-holding lain ataupun afiliasi Pertamina lainnya untuk menyediakan sumber energi hijau. Pertamina NRE sudah mengoperasikan PLTS Badak dengan kapasitas empat MW (2019).
Selain itu, masih ada PLTS Dumai berkapasitas 2 MW, PLTS Cilacap 1,34 MW, PLTS Atap di 141 SPBU. Di samping mengembangkan di halaman sendiri, Pertamina NRE juga mendukung program pemerintah yakni Green Industry Cluster dengan membangun PLTS di Kawasan Sei Mangkei 2 MW, PLTBg Sei Mangkei 2,4 MW, serta melakukan layanan operation and maintenance di PLTBg Kwala sawit dan Pagar Merbau 2 MW.
"Kementerian BUMN selaku pemegang saham Pertamina akan menjadikan perusahaan minyak dan gas ini sebagai pemimpin transisi energi di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu perusahaan penyedia energi hijau terkemuka di tingkat global," tutup Dannif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News