Dia menyebut besaran pungutan ekspor dan bea keluar dari Indonesia sebesar USD375 per ton. Dikatakan lebih besar dibanding pungutan ekspor dan bea keluar Malaysia dikisaran USD100 per ton. Ini dianggap menjadi celah para mafia itu beraksi.
"Ada orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil minyak ini, contoh masuk ke industri, padahal konsumsi masyarakat sekitar 1,8 juta liter per bulan, diselundupkan ke luar negeri oleh mafia ini," jelasnya dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR secara virtual, dilansir Mediaindonesia.com, Jumat, 18 Maret 2022.
Kejanggalan soal dugaan penimbunan minyak goreng juga ditemukan Mendag di tiga daerah. Di Sumatra Utara misalnya, dari 14 Februari-16 Maret wilayah itu tercatat mendapatkan pasokan 60,4 juta liter.
"Padahal rakyat di Sumatra Utara menurut BPS (Badan Pusat Statistik) di 2021 ada 15,18 juta orang. Kalau dibagi ini setara dengan kira-kira empat liter per orang dalam waktu sebulan," ucapnya.
Di Medan, lanjut Lutfi, tercatat memiliki stok minyak goreng 25 juta liter dalam waktu sebulan. Jika dikalkulasi, setiap warga Medan mendapat 10 liter.
"Saya pergi ke Kota Medan, Saya pergi ke pasar, ke supermarket tapi tidak ada minyak goreng. Ada tiga daerah yang mirip, yakni Surabaya dengan 91 juta liter dan di Jakarta ada 85 juta liter dengan 11 juta warga," bebernya.
Lutfi berujar ketiga daerah itu memiliki industri minyak goreng dan pelabuhan yang bisa dimanfaatkan para mafia atau spekulan melancarkan aksi ilegal mereka dengan mengirimkan ke luar negeri.
"Kalau pelabuhan ini, satu (kapal) tongkang bisa angkut 1.000 ton atau satu juta liter. Kementerian Perdagangan tidak bisa melawan penyimpangan penyimpangan tersebut," sebutnya.
Pihaknya pun meminta kerja sama Satgas Pangan Polri untuk mengusut dan memberantas mafia penimbun minyak goreng. "Mohon maaf Kementerian Perdagangan tidak dapat mengontrol. Ini sifat manusia yang rakus dan jahat. Ini sedang diperiksa Satgas Pangan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News