Kolaborasi ini merupakan dukungan nyata dari ITDP Indonesia kepada Kementerian Perhubungan RI dalam mencapai target 90 persen elektrifikasi transportasi publik pada 2030 yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 (Perpres 22/2017), sebagai upaya mewujudkan transportasi publik rendah karbon di Indonesia.
Dokumen studi diserahkan oleh Direktur Asia Tenggara ITDP Gonggomtua Sitanggang kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia Budi Karya Sumadi disaksikan oleh CEO ITDP Heather Thompson, dan Direktur Eksekutif ViriyaENB Suzanty Sitorus dalam helatan Sustainable E-Mobility Event: Upscaling Bus Electrification Nationwide, Selasa, 21 Mei 2024.
Budi Karya Sumadi mengungkapkan, adopsi transportasi yang rendah emisi dan peningkatan kualitas udara merupakan prioritas utama Kementerian Perhubungan.
Budi mengatakan, melalui kerja sama antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya, kami berupaya untuk mengatasi permasalahan ini dan mendorong percepatan dalam elektrifikasi transportasi publik perkotaan.
Pihaknya pun mengapresiasi dukungan dari ITDP Indonesia dan ViriyaENB kepada Kementerian Perhubungan dalam penyusunan peta jalan dan program insentif nasional yang merupakan langkah penting dalam transformasi transportasi berkelanjutan.
"Hasil studi ini sangat bermanfaat karena dapat membantu kami dalam upaya percepatan pengembangan infrastruktur dan regulasi yang mendukung elektrifikasi transportasi publik. Ini bukan hanya merupakan langkah maju bagi transportasi, tetapi juga untuk kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan," jelas Budi.
Percepatan elektrifikasi transportasi publik perkotaan
Direktur Eksekutif ViriyaENB, Suzanty Sitorus menegaskan pentingnya percepatan elektrifikasi transportasi publik perkotaan. Menurut dia, elektrifikasi transportasi, termasuk kendaraan umum, sangat strategis untuk penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor terkait energi di Indonesia. Ketersediaan kendaraan umum yang rendah karbon, nyaman, aman dan terintegrasi, sangat penting bagi kota-kota di Indonesia karena juga akan meningkatkan kualitas udara dan produktivitas ekonomi.
"ViriyaENB mendukung langkah ITDP Indonesia sebagai bagian dari komitmen bersama untuk mempercepat pencapaian target elektrifikasi transportasi publik yang telah dicanangkan oleh Pemerintah," ujar Suzanty.
Studi "Peta Jalan dan Program Insentif Nasional Elektrifikasi Transportasi Publik Perkotaan Berbasis Jalan" menemukan komitmen pemerintah daerah yang masih rendah dalam penyelenggaraan transportasi publik yang baik, dan tingginya biaya investasi adopsi Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) menjadi sejumlah hambatan utama elektrifikasi transportasi publik perkotaan.
Baca juga: Long Weekend Hari Raya Waisak, KAI Operasikan 20 KA Tambahan |
Oleh sebab itu, diperlukan perancangan peta jalan dan juga program insentif nasional yang dapat mengatasi hambatan terkait elektrifikasi transportasi publik berbasis jalan bagi kota-kota di Indonesia.
Studi ini juga mencakup penilaian tentang kesiapan elektrifikasi transportasi publik, kesiapan adopsi KBLBB, serta faktor mendesak lain, seperti polusi udara dan kemacetan, di 98 wilayah perkotaan di Indonesia. Berdasarkan kriteria tersebut, studi ITDP merekomendasikan 11 kota prioritas untuk percepatan elektrifikasi transportasi publik, yaitu: Jakarta, Semarang, Pekanbaru, Batam, Medan, Bandung, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Bogor dan Padang.
Untuk mendorong program elektrifikasi yang tepat sasaran dan menjamin ketersediaan anggaran, elektrifikasi transportasi publik di 11 kota prioritas tersebut perlu dicantumkan dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Selain mengganti armada bus existing menjadi bus listrik, kota perlu menambah armada busnya secara gradual untuk menjamin ketersediaan dan kualitas layanan transportasi publik nol emisi.
Bus listrik berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca
Gonggomtua menjelaskan, implementasi 6.600 bus listrik di 11 kota prioritas diproyeksikan berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 25 persen sampai dengan 2030, setara dengan satu juta ton CO2eq.
"Studi yang dihasilkan pada kemitraan ini dapat menjadi landasan strategis dalam mencapai target implementasi bus listrik nasional pada 2030, terutama dalam membangun rencana aksi, kebijakan, dan program insentif untuk meningkatkan adopsi bus listrik," jelas Gonggom.
Selain itu, melalui studi yang sama, implementasi 6.600 bus listrik di 11 kota prioritas tersebut membutuhkan biaya investasi lebih dari Rp40 triliun hingga 2030. Karena tingginya kebutuhan biaya investasi, ITDP Indonesia mendorong pemerintah untuk menyediakan insentif potongan harga pembelian bus listrik yang dapat memicu peningkatan adopsi bus listrik, utamanya di tahap awal implementasi.
Hal ini juga merupakan wujud keberpihakan pemerintah dalam mempercepat program elektrifikasi tidak hanya untuk kendaraan pribadi, namun juga untuk armada transportasi publik. Monitoring dan evaluasi berkala terhadap program insentif ini juga perlu dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian untuk memastikan program insentif yang tepat sasaran.
Selain memberikan insentif fiskal, intervensi non-fiskal yang berimplikasi ke fiskal juga perlu diimplementasikan untuk menekan tingginya biaya kapital. Beberapa contoh intervensi non-fiskal tersebut antara lain pengadaan bus listrik terkonsolidasi (bulk procurement) untuk mencapai keekonomian skala, peningkatan penyediaan armada bus listrik untuk transportasi publik melalui skema Bus-as-a-Service (leasing), dan perpanjangan durasi kontrak tahun jamak antara pemerintah dan operator transportasi publik.
Pemerintah juga perlu memberikan mandat kepada produsen kendaraan untuk berhenti memproduksi bus konvensional dan segera beralih untuk memproduksi kendaraan listrik.
ITDP Indonesia juga memperkenalkan E-Bus Dynamic Planning Toolkit, sebuah perangkat dinamis untuk membantu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pengambil keputusan untuk mengestimasi kebutuhan jumlah bus listrik, fasilitas pengisian daya, besar biaya investasi, rasio manfaat biaya (benefit-cost ratio), penurunan gas rumah kaca, penurunan polusi udara, dan estimasi besar kebutuhan insentif fiskal yang dibutuhkan.
"Perangkat ini dapat mempermudah pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengidentifikasi kesiapan kota dan merencanakan elektrifikasi transportasi publiknya. ITDP Indonesia sangat bangga dapat terus bekerja sama dengan para mitra yang memiliki kesamaan visi dan komitmen yang besar dalam mewujudkan konsep kota berkelanjutan di Indonesia. Kami juga mengapresiasi dukungan yang diberikan dan berharap hasil studi ini dapat mempercepat elektrifikasi transportasi publik perkotaan berbasis jalan di Indonesia untuk mengurangi jejak karbon dari sektor transportasi dan meningkatkan kualitas udara bagi masyarakat," kata Gonggom.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News