Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya untuk meningkatkan daya saing industri nasional agar bisa kompetitif di kancah global. Sasaran tersebut memerlukan sejumlah upaya strategis dalam penguatan sistem manajemen mutu di sektor industri.
"Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu instrumen untuk memacu daya saing industri sekaligus menjaga keselamatan konsumen," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 24 Juni 2021.
Menurut Agus, penerapan SNI di bidang industri, baik secara sukarela maupun yang diberlakukan secara wajib, harus melalui sertifikasi, yaitu rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa barang dan/atau jasa industri telah memenuhi SNI dan/atau Standardisasi Industri.
Pemberlakuan SNI secara wajib selain mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, juga mempertimbangkan aspek daya saing produsen nasional dalam persaingan usaha yang sehat, kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional, serta memperhatikan kepentingan nasional lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Oleh karena itu, pemberlakuan SNI secara wajib merupakan salah satu upaya pemerintah melalui dukungan regulasi untuk meningkatkan daya saing industri nasional dengan memproduksi barang substitusi impor sehingga tercapai target substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022," tuturnya.
Sampai saat ini, di sektor industri telah berlaku secara wajib 121 SNI produk industri dalam 357 pos tarif. SNI ini mencakup sektor hasil perkebunan, agro, kimia hulu dan hilir, bahan galian non-logam, tekstil, alas kaki, permesinan, alat transportasi, elektronika, logam besi baja, dan produk IKM seperti mainan dan korek api gas.
Sementara SNI bidang industri yang telah ditetapkan adalah sebanyak 5.062 atau 37 persen dari total jumlah SNI sebanyak 13.518. Pemberlakuan SNI secara wajib juga didukung oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang ditunjuk oleh Menperin, yang terdiri dari 52 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan 89 Laboratorium Penguji.
Adapun turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tentang sektor Perindustrian telah disahkan, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021. Pada PP tersebut, pemerintah melakukan reformasi kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan industri nasional, antara lain dengan menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi penanaman investasi dan berusaha.
"Tentunya sejalan dengan tekad pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan industri nasional yang berdaya saing global, kami memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan kualitas manajemen industri dan kompetensi sumber daya manusia," harap Agus.
Oleh karenanya, Kemenperin fokus pada pemulihan ekonomi nasional dengan melaksanakan program-program prioritas, di antaranya Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, kemudian Program Riset Serta Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang ditopang melalui kegiatan percepatan pemanfaatan transformasi industri 4.0, optimalisasi pemanfaatan teknologi industri, serta penyelenggaraan forum penguatan kapasitas lembaga sertifikasi industri hijau.
"Acara bimtek akbar tersebut merupakan salah satu dukungan bagi peningkatan daya saing industri melalui penguatan sistem manajemen industri. Penerapan SNI Sistem Manajemen dapat mendukung perusahaan industri dalam membangun budaya kerja yang kondusif dan optimal dalam mewujudkan tujuan dari bisnisnya," pungkas Agus.
"Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu instrumen untuk memacu daya saing industri sekaligus menjaga keselamatan konsumen," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 24 Juni 2021.
Menurut Agus, penerapan SNI di bidang industri, baik secara sukarela maupun yang diberlakukan secara wajib, harus melalui sertifikasi, yaitu rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa barang dan/atau jasa industri telah memenuhi SNI dan/atau Standardisasi Industri.
Pemberlakuan SNI secara wajib selain mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, juga mempertimbangkan aspek daya saing produsen nasional dalam persaingan usaha yang sehat, kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional, serta memperhatikan kepentingan nasional lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Oleh karena itu, pemberlakuan SNI secara wajib merupakan salah satu upaya pemerintah melalui dukungan regulasi untuk meningkatkan daya saing industri nasional dengan memproduksi barang substitusi impor sehingga tercapai target substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022," tuturnya.
Sampai saat ini, di sektor industri telah berlaku secara wajib 121 SNI produk industri dalam 357 pos tarif. SNI ini mencakup sektor hasil perkebunan, agro, kimia hulu dan hilir, bahan galian non-logam, tekstil, alas kaki, permesinan, alat transportasi, elektronika, logam besi baja, dan produk IKM seperti mainan dan korek api gas.
Sementara SNI bidang industri yang telah ditetapkan adalah sebanyak 5.062 atau 37 persen dari total jumlah SNI sebanyak 13.518. Pemberlakuan SNI secara wajib juga didukung oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang ditunjuk oleh Menperin, yang terdiri dari 52 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan 89 Laboratorium Penguji.
Adapun turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tentang sektor Perindustrian telah disahkan, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021. Pada PP tersebut, pemerintah melakukan reformasi kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan industri nasional, antara lain dengan menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi penanaman investasi dan berusaha.
"Tentunya sejalan dengan tekad pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan industri nasional yang berdaya saing global, kami memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan kualitas manajemen industri dan kompetensi sumber daya manusia," harap Agus.
Oleh karenanya, Kemenperin fokus pada pemulihan ekonomi nasional dengan melaksanakan program-program prioritas, di antaranya Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi, kemudian Program Riset Serta Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang ditopang melalui kegiatan percepatan pemanfaatan transformasi industri 4.0, optimalisasi pemanfaatan teknologi industri, serta penyelenggaraan forum penguatan kapasitas lembaga sertifikasi industri hijau.
"Acara bimtek akbar tersebut merupakan salah satu dukungan bagi peningkatan daya saing industri melalui penguatan sistem manajemen industri. Penerapan SNI Sistem Manajemen dapat mendukung perusahaan industri dalam membangun budaya kerja yang kondusif dan optimal dalam mewujudkan tujuan dari bisnisnya," pungkas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News