Di Pasar Beringharjo Yogyakarta, pedagang bahkan menerima berbagai aplikasi pembayaran digital yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sehingga konsumen cukup memilih aplikasi pembayaran yang akan digunakan.
“Harapannya, Pasar Beringharjo ini sebagai pemantik yang nanti diikuti pedagang di pasar rakyat lain,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta Yunianto Dwi Sutono di Yogyakarta, dikutip dari Antara, Minggu, 16 Agustus 2020.
Pedagang di Pasar Beringharjo yang sudah menerapkan penerimaan pembayaran secara digital tersebut tidak hanya di pedagang fesyen tetapi juga pedagang kuliner yang berada di depan pasar.
Konsumen cukup memindai QR Code yang sudah disiapkan di tiap kios atau lapak. “Proses pembayarannya sama seperti saat membayar belanja makanan di restoran atau toko besar lain,” katanya.
Meskipun demikian, Yunianto menyebut pedagang di pasar rakyat masih membutuhkan sosialisasi yang intensif mengenai metode pembayaran secara digital tersebut, termasuk keuntungan yang bisa diperoleh.
“Kendalanya lebih pada penguasaan dan pemahaman teknologi serta metode pembayaran digital. Namun jika disosialisasikan lebih intensif, maka pedagang pun akan memahami bahwa mereka bisa memperoleh manfaat yang lebih luas,” katanya.
Sebelumnya, lanjut dia, pedagang di Pasar Beringharjo Yogyakarta juga sudah dikenalkan dengan teknologi pembayaran retribusi secara digital. Pemerintah Kota Yogyakarta bekerja sama dengan aplikasi ojek online melalui menu Gobills yang ada di dalam aplikasi tersebut.
Di Pasar Beringharjo yang menjadi pasar terbesar di Kota Yogyakarta terdapat sekitar 7.000 pedagang dengan rata-rata nilai transaksi mencapai Rp4 miliar hingga Rp5 miliar per hari pada kondisi normal.
“Untuk saat ini, tentu ada penurunan nilai transaksi tetapi kondisi pasar sudah berangsur-angsur pulih, khususnya di pedagang bahan kebutuhan pokok,” katanya.
Sebelumnya, Deputi Kepala Perwakilan BI DIY Miyono mengatakan terus berupaya secara intensif untuk mengenalkan metode pembayaran digital ke pedagang di Beringharjo dan juga Malioboro.
“Nanti, pembayaran tidak lagi diutamakan menggunakan uang kartal tetapi memakai pembayaran digital. Kami tengah giat-giatnya melakukan ini,” katanya.
Menurut dia, BI memiliki kepentingan terkait peningkatan penggunaan metode pembayaran nontunai atau pembayaran digital yaitu dari sisi efisiensi biaya pencetakan uang karena membutuhkan biaya cukup besar.
“Penggunaan uang digital juga sejalan dengan penerapan protokol kesehatan pada masa pandemi seperti sekarang ini,” katanya.
Di DIY, BI mencatat sudah ada sebanyak 109 ribu merchant yang menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standart) dengan tingkat pertumbuhan sejak Desember 2019 hingga Juli 2020 tercatat 236 persen atau tertinggi nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News