Ketua FSP RTMM Sudarto mengatakan, indikasi intervensi asing dalam penyusunan kebijakan soal tembakau terpampang nyata. Bahkan ia menduga ada aliran dana yang dikucurkan oleh lembaga internasional untuk mengatur kebijakan tembakau di Indonesia.
"Aliran dana itu sudah banyak yang tahu. Tapi yang menyerang tembakau hanya memanfaatkan kucuran dana untuk kampanye tanpa memperhatikan kondisi pekerja. Bicara soal rokok kita harus lihat lebih dalam karena ada aspek pekerja," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Senin, 12 Desember 2022.
Salah satu intervensi dilakukan melalui kegiatan 7th Asia Pacific Summit of Mayors oleh Asia Pacific City Alliance for Health and Development (APCAT) pada 1-3 Desember lalu. Di dalamnya hadir sejumlah lembaga asing seperti Bloomberg Philanthropies.
Sudarto menambahkan secara hukum pekerja telah jelas dilindungi oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Apalagi, industri hasil tembakau adalah industri yang legal.
"Yang berkumpul dalam acara itu antara lain beberapa kepala daerah, mereka seharusnya bersikap netral dan paham bahwa lapangan kerja itu terbatas. Mereka sendiri tidak bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja. Situasi ekonomi juga masih tidak pasti, ancaman resesi global dan PHK massal harus diperhitungkan," tegas Sudarto.
Baca juga: Kadin Jatim Minta Pemerintah Terbitkan Tarif Cukai Tembakau 2023 |
Sudarto menyebut, pengendalian tembakau sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 yang justru saat ini didorong untuk direvisi. Padahal PP 109/2012 telah secara komprehensif mengatur soal pertembakauan sehingga pihaknya menolak revisi aturan tersebut.
"Kalau mau revisi, harusnya evaluasi terlebih dulu. Kalau implementasinya belum kuat, bukan berarti aturannya yang harus direvisi. Banyak aspek dalam PP ini, termasuk tenaga kerja. RTMM tidak antiregulasi, tapi harus dilihat situasinya" paparnya.
Direktur Bloomberg Philanthropies Kelly Larsson sebelumnya menjelaskan, pihaknya telah mendonasikan lebih dari satu miliar dolar untuk mendukung pengendalian tembakau di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah di seluruh dunia sejak tahun 2007.
"Ketika kami pertama kali memulai pada tahun 2007, hanya ada 64 kebijakan pengendalian tembakau secara nasional. Lima belas tahun kemudian, tahun ini, ada lebih dari 290 kebijakan. Kami ingin mendorong negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News