Hal itu disampaikan, Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) lantaran permasalahan polusi udara yang melanda DKI Jakarta dan sekitarnya terus mendapatkan sorotan publik sehingga membuat pemerintah pusat dan provinsi mengambil kebijakan dengan cepat.
Asal tau saja, wilayah DKI Jakarta dilanda polusi udara tinggi. Rata-rata tingkat PM2.5 melebihi pedoman WHO yaitu sekitar tujuh kali lipat.
"Akar permasalahan polusi udara di Jakarta tidak bisa direduksi hanya pada satu sumber saja, seperti perjalanan pulang-pergi. Misalnya, tidak ada penurunan polusi yang terukur selama WFH," kata Analis CREA Katherine Hasan dalam keterangan tertulis, Minggu, 27 Agustus 2023.
Menurut CREA, tingkat polusi sangat berkorelasi dengan model semburan emisi buang berbagai Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Baca juga: Kemenkeu: WFH Tidak Mengganggu Perekonomian |
Polusi udara campuran emisi lokal
Sehingga, polusi udara yang terdapat di Jakarta merupakan campuran dari emisi lokal yang terjadi di dalam kota, serta polutan jarak jauh yang terbawa angin dari provinsi-provinsi terdekat."Polusi udara di Jakarta berasal dari berbagai sumber dan harus ditangani lintas provinsi, mulai dari dengan penegakan standar emisi untuk PLTU, industri dan transportasi, dan pada akhirnya koordinasi antarprovinsi dan nasional untuk mengatasi semua pencemar utama," jelas dia.
Ia mengungkapkan, diperlukan rencana aksi regional untuk mengatasi semua sektor utama penyumbang emisi.
Adapun, langkah-langkah terkait penanganan pandemi covid-19 dan pengurangan volume lalu lintas lainnya tidak menghasilkan penurunan tingkat PM2.5 secara nyata.
"Dari pada terlalu berfokus pada penggunaan kendaraan bermotor pribadi, baik roda empat maupun roda dua di Jakarta, pemerintah harus mengatasi sumber utama polusi secara sistematis di tingkat daerah," tulis hasil riset.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News