Ilustrasi Garuda Indonesia. Foto: dok MI.
Ilustrasi Garuda Indonesia. Foto: dok MI.

Krisis 737 MAX Diduga Hambat Boeing Tagih Garuda

Media Indonesia • 20 Juni 2022 14:56
Jakarta: Produsen pesawat asal Amerika Serikat Boeing tidak mendaftarkan tagihan utangnya dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Garuda Indonesia. Padahal, piutang Boeing ke maskapai pelat merah itu mencapai USD822 juta atau Rp10 triliun lebih.
 
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menghubungkan itu dengan kecelakaan fatal Boeing 737 MAX yang memakan banyak korban beberapa waktu lalu. Kata dia, piutang antara Boeing dan Garuda harus dijabarkan secara detail dulu. Jika masalah piutang itu terkait dengan pesanan pesawat tipe 737 MAX, Boeing mungkin memutuskan tidak mengejar piutang itu untuk diselesaikan.
 
"Ini bisa jadi menyangkut fallout yang terjadi akibat skandal dan krisis 737 MAX serta mungkin tidak ingin membuka luka lama. Tapi ini masih spekulasi," ujarnya kepada Media Indonesia, dikutip Senin, 20 Juni 2022.

Pesawat Boeing 737 MAX ini yang dioperasikan Lion Air rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang pada 29 Oktober 2018. Dalam tragedi lainnya, Boeing 737 MAX yang dioperasikan Ethiopian Airlines 302 juga jatuh pada 10 Maret 2019.
 
Pascakecelakaan, dari 50 pesawat Boeing 737 MAX yang dipesan Garuda Indonesia, sebanyak 49 pesawat dibatalkan pada 2019.
 
Gerry menuturkan, satu pesawat yang dipesan Garuda dianggap bukan masalah utang-piutang antara Boeing dan maskapai nasional itu lagi, melainkan antara leasing dan Boeing. "Yang masih menjadi masalah utang-piutang antara Garuda dan Boeing adalah sisa dari pemesanan 737 MAX yang dibatalkan Garuda," terangnya.
 
Saat dikonfirmasi, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan utang Garuda pada Boeing tidak hanya soal pemesanan 737 MAX. "Macam-macam piutangnya," ujarnya tanpa menjelaskan detail.
 
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengesahkan proposal perdamaian dalam proses PKPU PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. Dari 365 kreditur, sebanyak 347 (95,07 persen) kreditur menyetujui proposal PKPU yang disodorkan Garuda.
 
Kreditur yang tidak mengikuti tahapan voting PKPU wajib mengikuti hasil PKPU setelah 30 hari diumumkan pengadilan. Jika Boeing menempuh langkah hukum lain selain PKPU di dalam negeri, Irfan menyatakan masih membahas lebih lanjut lagi. "Soal Boeing nanti saya tanya ke ahli hukum dulu," kata Irfan.

Tambah armada

Di tengah proses hukum PKPU tersebut, Irfan menyatakan Garuda akan menambah jumlah armada pesawat menjadi 70 unit. Persetujuan proposal damai dari para kreditur.
 
"Kita dengan para lessor sudah memperoleh kesepakatan dan artinya pesawat yang unservice bisa kita terbangkan melayani kebutuhan publik," kata Irfan seusai pengumuman hasil voting PKPU Garuda di Jakarta, Jumat, 17 Juni 2022.
 
"Kira- kira (penambahan) mendekati 70 total pesawat. Namun, kita butuh waktu membuat pesawat tersebut serviceable," tambahnya.
 
Saat ini, diakui Irfan, jumlah armada Garuda menyusut drastis dengan hanya menerbangkan 29 pesawat. Padahal, sebelum restrukturisasi, Garuda memiliki 142 pesawat.
 
Penambahan armada itu dibutuhkan Garuda mengingat tingginya pergerakan penumpang pesawat di tengah pelonggaran aktivitas dan dibukanya perbatasan negara-negara dunia. "Fokus kita ke depan juga adalah membuat banyak pesawat serviceable (berfungsi) dan bisa diterbangkan dengan kebutuhan masyarakat yang meningkat," ucapnya.
 
Selain itu, fokus business plan maskapai nasional itu ialah melayani rute-rute penerbangan yang membawa untung alias ramai penumpang. "Business plan kita akan menghasilkan keuntungan, fokus (rute) domestik, terbang di rute menguntungkan," ungkap Irfan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan