Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.
Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.

Bikin Persaingan Tak Sehat, Kemasan Polos Tanpa Merek Langgengkan Rokok Ilegal

Eko Nordiansyah • 10 September 2024 12:05
Jakarta: Pelaku industri hasil tembakau (IHT) menolak aturan kemasan polos tanpa merek (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan turunan dari PP 28 Tahun 2024. Aturan ini menyeragamkan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik dan melarang pencantuman logo atau merek produk.
 
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gappri) Henry Najoan menilai, kebijakan ini memiliki dampak signifikan yang perlu diperhatikan dengan serius. Henry mengungkapkan kekhawatirannya terkait penerapan kemasan polos tanpa merek yang dinilai dapat mempengaruhi industri tembakau secara keseluruhan.
 
“Kemasan polos ini tentu akan mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau, namun yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal,” ujar Henry dalam diskusi di Jakarta dilansir Selasa, 10 September 2024.

Ia mengungkapkan, kemasan polos dirancang untuk menghilangkan elemen branding. Henry menjelaskan bahwa kemasan polos dapat memperburuk masalah rokok ilegal. Dengan kemasan yang seragam, ia menilai akan semakin sulit untuk membedakan produk legal dan ilegal.
 
“Sudah pasti kebijakan peralihan ke kemasan polos dapat memperburuk kontraksi industri tembakau yang sudah menghadapi tekanan ekonomi berat,“ beber dia.
 
Baca juga: PP 28/2024 Terbit, IHT Pikul Beban Berlipat Ganda Jika Cukai Naik

 
Sementara itu, dampak kemasan polos dan kebijakan pembatasan penjualan dipandang sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi konsumsi rokok. Namun ia berharap agar langkah-langkah tersebut mempertimbangkan dampak besar terhadap industri tembakau yang sah.
 
“Dengan lebih dari 6 juta tenaga kerja dari petani hingga ritel, serta jutaan lainnya di industri pendukung seperti kreatif, periklanan, dan lainnya.  Kami berharap kebijakan ini tidak membuat industri kami menjadi korban dan menyebabkan industri tembakau yang legal terancam,” tegasnya.
 
Untuk itu, Henry mengimbau pemerintah, pengusaha, dan asosiasi dapat bekerja sama mencari solusi yang seimbang dan efektif. Sehingga, nantinya kebijakan yang hadir tidak hanya meminimalkan dampak negatif terhadap industri tetapi juga memastikan perlindungan terhadap konsumen dan masyarakat.
 
“Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, perdebatan tentang kemasan polos menunjukkan betapa pentingnya pendekatan yang hati-hati dan terinformasi dalam perumusan kebijakan tembakau di Indonesia,” papar dia.
 
Aturan lain yang menjadi sorotan adalah pembatasan penjualan rokok di area tertentu seperti 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak-anak. Pengamat Hukum Universitas Trisakti Ali Rido menyarankan, aturan ini seharusnya tidak berlaku bagi penjual yang sudah memiliki toko atau warung saat ini.
 
“Kalau tidak ada solusi dan hanya digusur begitu saja, di situlah pelanggaran konstitusinya. Kalau sekarang, akan terjadi kerepotan yang luar biasa untuk merelokasi. Satuan pendidikan itu pun tidak dijelaskan seperti apa, itu bahkan bisa kursus mengendarai mobil dan sebagainya,” ujar Ali.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan