Di sisi lain, PLN juga mengalami kerugian usaha akibat penurunan konsumsi listrik terutama oleh pelanggan industri dan bisnis. Bahkan sebelum pandemi covid-19, perseroan telah mengalami kerugian sebesar Rp38,87 triliun akibat penguatan dolar terhadap rupiah.
PLN pun kini berharap agar pemerintah menunaikan janjinya untuk membayar utang kompensasi sebesar Rp45 triliun. Utang tersebut merupakan kompensasi atas tidak adanya penyesuaian tarif listrik sejak Januari 2017. Karena itu, PLN melakukan pinjaman atau utang sebagai upaya mengisi arus kas perusahaan sembari menunggu kompensasi tersebut.
"Untuk menutupi kekurangan kami pakai pinjaman. (Jika) kompensasi Rp45 triliun dibayarkan, maka kami akan dapat menutup pinjaman yang kami lakukan. Pinjaman yang kami dapat itu ada cost capital, maka jika dapat dilunasi, keuangan kami akan semakin sehat," kata Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis, 25 Juni 2020.
Besaran tersebut merupakan kompensasi subsidi pada 2018 sebesar Rp23,17 triliun dan sebesar Rp22,25 triliun di 2019. Zulkifli mengatakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan membayarkan utang kompensasi tersebut pada Juli 2020.
"Dari informasi yang kami dengar (dari Kemenkeu) InsyaAllah dibayar Juli 2020," ungkapnya.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri ini menyebut pencairan piutang akan sangat membantu likuiditas keuangan perusahaan. Masuknya dana tersebut, akan mengoptimalkan pelayanan PLN ke masyarakat dan sektor industri.
"Jadi secara umum keuangan PLN akan sangat terbantu InsyaAllah dengan dana tersebut. InsyaAllah (PLN enggak akan bangkrut) kalau kompensasi dibayar," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News