Tembakau. Foto: Medcom.id.
Tembakau. Foto: Medcom.id.

Legislator Tekankan Kenaikan Cukai SKT Maksimal 5%

Antara • 02 November 2023 19:30
Jakarta: Industri hasil tembakau (IHT), yang berkontribusi besar kepada penerimaan negara dan serapan lapangan kerja, menghadapi peraturan yang berpotensi membahayakan perkembangan bisnis. Legislator berusaha memperjuangkan IHT dengan menurunkan batasan kenaikan cukai SKT.
 
“Pelaku IHT berkali-kali terkena dampak kenaikan cukai yang eksesif, sekarang sedang khawatir oleh Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang mengatur zat adiktif produk hasil tembakau,” ujar Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun dalam keterangan resmi, Kamis, 2 November 2023.
 
baca juga: BRIN Luncurkan Varietas Baru Pinang, Tembakau, dan Kakao

Sekjen Depinas Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) itu pun menegaskan komitmennya untuk terus menyuarakan aspirasi pelaku IHT. Misalnya, Misbakhun akan berupaya menahan kenaikan cukai SKT tidak terlalu tinggi. Misbakhun menyatakan sebaiknya kenaikan cukai SKT tidak lebih dari lima persen. Alasannya, kenaikan cukai SKT selalu membawa efek beruntun.
 
“Dengan naik lima persen saja akan memberikan dampak ikutan yang luar biasa. Ada faktor tingkat penyerapan tembakau dari petani, ketersediaan lapangan kerja, bahkan rokok ilegal dan dampak ekonomi lainnya yang sangat nyata dari kenaikan cukai IHT,” tutur dia.

Serapan lapangan kerja

Menurut Misbakhun, kontribusi penting IHT tidak hanya pada pemasukan negara, tetapi juga penyerapan lapangan kerja. Sebagai contohnya adalah HM Sampoerna yang telah memiliki 2.400 karyawan, ternyata masih menambah penyerapan 1.300 tenaga kerja untuk fasilitas produksi SKT-nya di Probolinggo.

Lebih lanjut Misbakhun menegaskan Probolinggo merupakan salah satu daerah terbesar penghasil tembakau di Jatim. Oleh karena itu, wakil rakyat yang dikenal getol membela petani tembakau tersebut terus bersikap lantang dalam memperjuangkan kelangsungan segmen SKT yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
 
Misbakhun menjelaskan lapangan kerja yang disediakan fasilitas SKT di MPS Sampoerna memunculkan istilah Pamong Praja, yakni akronim dari ‘papa momong, mama bekerja’. Istilah itu sebagai gambaran atas banyaknya ibu-ibu yang menjadi linting SKT.
 
“Saya dijelaskan bahwa pegawai MPS di Prigen ini banyak yang anggota Pamong Praja,” imbuh mantan pegawai negeri sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Pajak itu.

Karyawan ibu-ibu

Dia menegaskan banyak ibu-ibu yang sudah belasan tahun bekerja di fasilitas SKT, bahkan ada yang sampai 24 tahun. Kontribusi mereka tidak hanya pada perekonomian keluarga, tetapi juga pemasukan keuangan negara.
 
"Ibu-ibu juga harus mempunyai kebanggaan menjadi bagian dari usaha yang berkontribusi besar bagi Indonesia. Sampoerna ini salah satu penyumbang cukai terbesar bagi penerimaan negara dan mempekerjakan puluhan ribuan tenaga kerja," ujar Misbakhun
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan