Disparitas harga berkisar antara Rp8.000-Rp9.000 per kilogram (kg). Sementara itu, dalam catatan Ombudsman, pada Januari 2018, harga rata-rata CPO sebesar Rp7.845 per kg. Pada Januari 2022 menjadi Rp 14.839 per kg. Dalam kurun waktu empat tahun terjadi peningkatan harga CPO setara 22,2 persen per tahun.
"Dengan demikian, mencermati statistik perkembangan harga CPO, maka tren harga minyak goreng akan semakin meningkat di masa yang akan datang," kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, Rabu, 16 Maret 2022.
Yeka menjelaskan meningkatnya harga CPO, berdampak terhadap dengan semakin mahalnya minyak goreng. Pada Desember 2019, harga rata-rata minyak goreng adalah Rp13.350 per liter, sedangkan pada Desember 2021 harganya bergerak naik menjadi Rp19.400 per liter. Selama tiga tahun meningkat, rata-rata 15,01 persen per tahun.
Ombudsman meminta agar kebijakan distribusi minyak goreng dilepaskan kembali kepada mekanisme pasar dengan tetap memberlakukan DMO atau pemenuhan dalam negeri untuk menjamin ketersediaan minyak goreng.
"Dampak dilepaskan ke mekanisme pasar adalah tingginya harga minyak goreng. Oleh karena itu pemerintah perlu melindungi kelompok masyarakat yang rentan seperti keluarga miskin dan UMKM yang mengkonsumsi minyak goreng dalam bentuk curah," tegasnya.
Yeka menambahkan, langkah berikutnya dalam rangka menjamin ketersediaan minyak goreng, pemerintah perlu mengawasi secara ketat. Salah satunya mengawasi ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein), dan Used Cooking Oil (UCO) dilakukan melalui mekanisme perizinan berusaha berupa Pencatatan Ekspor (PE).
"Pola kebijakan yang saat ini diambil pemerintah ternyata tidak cukup efektif dan bahkan tidak bisa dijalankan, baik itu menyangkut harga eceran tertinggi (HET) maupun itu untuk ketersediaan," tutup Yeka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News