"Kami terus mengawal investasi di sektor industri, karena dari investasi tersebut akan memacu kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Janu Suryanto melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, 4 Juni 2020.
Meskipun di tengah tekanan berat dari dampak pandemi covid-19, lanjut Janu, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif di Indonesia. Para investor perlu mendapatkan keyakinan dan kenyamanan untuk menggelontorkan dananya.
"Wabah covid-19 ini memang membawa pengaruh sangat besar terhadap perekonomian nasional dan global. Tetapi kita harus optimistis dan kerja keras untuk membangkitkannya kembali dengan salah satu upayanya adalah meningkatkan investasi," paparnya.
Menurut Janu, saat ini penanaman modal dari sektor industri yang menghasilkan produk substitusi impor masih diincar. Pemerintah juga akan lebih gencar menarik investasi yang dapat menciptakan lapangan kerja atau sektor padat karya.
“Dalam situasi seperti saat ini, investasi tentunya akan memberikan dampak positif bagi penciptaan lapangan kerja, baik itu yang skala besar atau kecil,” tuturnya.
Janu mengungkapkan, Indonesia masih menjadi negara tujuan utama investasi khususnya bagi sektor industri manufaktur. Potensi ini lantaran didukung dengan ketersediaan pasar yang besar dan bahan baku yang melimpah.
“Bahkan, Indonesia dinilai memiliki keunggulan untuk bisa dijadikan sebagai hub manufaktur di wilayah ASEAN,” ujarnya.
Selain itu, daya tarik lainnya bagi investor, Indonesia telah menyatakan kesiapan dalam menerapkan industri 4.0 melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Produksi akan lebih berkualitas dan efisien dengan penggunaan teknologi digital atau modern.
Data Kemenperin, selama periode 2015-2019 total nilai penanaman modal asing (PMA) dari sektor industri manufaktur sebesar USD61,5 miliar. Sedangkan, kontribusi dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp451,3 triliun.
Selama periode tersebut, sektor yang memberikan sumbangsih terbesar pada PMA adalah industri logam dasar yang telah mengguyurkan dananya hingga USD12,8 miliar. Selanjutnya diikuti industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar USD9 miliar, serta industri makanan dan minuman menyentuh angka USD8 miliar.
Sementara itu, sektor yang dengan investasi PMDN tertinggi di periode yang sama berturut-turut adalah industri makanan dan minuman sebesar Rp158,3 triliun, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia mencapai Rp55,5 triliun, serta industri barang galian bukan logam menembus hingga Rp51,6 triliun.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Suhat Miyarso menyebutkan, salah satu investasi yang terealisasi di awal tahun ini adalah pabrik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), yang meliputi pabrik Butene-1, Methyl Tert-Butyl Ether (B1-MTBE). Pabrik ini mampu memproduksi Butene-1 hingga 43.000 ton per tahun dan Metil Tert-Butil Ether (MTBE) dengan kapasitas 127.000 ton per tahun.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengakui, sektor yang pertumbuhan investasinya cukup besar adalah industri logam dasar. Hal ini sebagai efek dari impelementasi kebijakan pelarangan ekspor untuk raw materials atas logam mentah seperti nikel.
"Sektor ini memang besar peningkatannya untuk kategori industri manufaktur pada investasi PMA,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News