"Kita belajar dari delapan koperasi bermasalah, hingga KUD-KUD (Koperasi Unit Desa) yang dulu mengelola produk pertanian, banyak yang mati. Kita benahi ekosistemnya," kata Teten di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2023.
Berkaca pada kasus delapan koperasi yang bermasalah, Teten mengakui, tidak ada solusi jangka pendek untuk menyelesaikan masalah tersebut, yang melibatkan total uang anggota sebesar Rp26 triliun.
"Langkah PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) juga sulit dijalankan karena aset koperasinya sudah tidak ada. Dan tidak ada skema bailout dari pemerintah untuk masalah ini," jelasnya.
Walaupun begitu, Teten juga menggarisbawahi ada juga diantara anggota koperasi bermasalah itu yang tidak pernah merasa menjadi anggota koperasi. Mereka hanya berinvestasi sebagai investor di koperasi-koperasi bermasalah dengan iming-iming bunga besar.
Maka, ketika koperasinya bermasalah, mereka bukan melakukan urun rembug untuk menyelamatkan koperasinya sebagai anggota sekaligus pemilik koperasi. Mereka hanya ingin segera menarik uangnya, bukan menyelamatkan koperasinya.
"Dalam kasus-kasus seperti itu, relasi antara anggota dengan koperasi sudah seperti nasabah dengan penyedia layanan keuangan," ucap Teten.
Skala koperasi sudah terlalu besar
Kendati demikian, Teten tidak melihat itu sebagai lemahnya faktor pendidikan koperasi di internal koperasi. Tetapi, lebih kepada ukuran atau skala usaha koperasi yang sudah terlalu besar.
"Bayangkan saja, koperasi-koperasi besar itu jumlah anggotanya sudah mencapai ratusan ribu orang, bahkan sudah masuk skala provinsi dan nasional," tuturnya.
Kemudian, Teten juga melihat iklim demokrasi di kalangan internal koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) besar yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Akhirnya, dengan kondisi seperti itu, melahirkan orang-orang kuat yang menguasai koperasi. Yang menjadi pengurus koperasi ya yang itu-itu saja, hingga ke pengawasnya ya teman-temannya juga," jelasnya.
Bangun ekosistem koperasi yang ideal
Oleh karena itu, Teten memandang UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan dan permasalahan koperasi saat ini. Maka, ekosistem koperasi ideal pun harus dibangun di Indonesia.
"Lewat UU P2SK (Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) kita sudah meletakkan pilar dan fondasi koperasi boleh masuk ke semua sektor usaha. Boleh mendirikan bank, perusahaan asuransi, masuk pasar modal, dan sebagainya. Secara konkret kita sudah mulai," ucap Teten.
Bahkan, kata Teten, dalam UU P2SK sudah ada pembagian yang jelas antara koperasi yang open loop dan close loop. Koperasi yang close loop itu berarti koperasi yang melayani dari anggota untuk anggota.
"Ini yang sedang kita tata di dalam UU Perkoperasian yang baru, yang tahap harmonisasinya sudah selesai. Sekarang sudah di tahap menunggu Surat Presiden di Kemensetneg," ujarnya.
(FICKY RAMADHAN)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News