Untuk kalangan mampu dan orang kaya, seyogyanya tidak memakai BBM dan LPG subsidi. "Bahan bakar Pertalite digunakan hanya untuk masyarakat kurang mampu, seperti pengguna sepeda motor dan kendaraan umum (pelat kuning)," ujar Sofyano, seperti dilansir Antara, Sabtu, 18 Juni 2022.
Begitu juga dengan LPG subsidi. Sebaiknya memang hanya dipakai untuk masyarakat miskin dan usaha mikro, seperti warung pinggir jalan. Sedangkan orang kaya serta restoran menengah dan besar harus menghindari penggunaan LPG subsidi.
Sofyano mengingatkan bahwa ketersediaan BBM dan LPG subsidi tetap berdasarkan kuota. Untuk itu, jika ada masyarakat mampu yang memakai Pertalite dan gas melon, misalnya, tentu akan berdampak pada distribusi terhadap masyarakat tidak mampu.
"Jadi, meskipun pemerintah dan Pertamina sudah menjamin ketersediaan BBM dan LPG subsidi di Tanah Air, diharapkan masyarakat tetap bijak dalam penggunaannya,” kata dia.
Sofyano juga mengingatkan bahwa kondisi saat ini masih cukup berat, baik untuk pemerintah maupun Pertamina. Penyebabnya, harga minyak dunia yang terus berada pada level yang sangat tinggi.
Untuk hari ini, misalnya, minyak mentah jenis Brent dijual USD118,51 per barel. Sedangkan jenis WTI pada level USD115,31 per barel.
Baca: Kemenkeu Tegaskan Tak Ada Rencana Pengenaan Cukai BBM dan Detergen
Untuk itu, Sofyano mengusulkan agar pemerintah mengoreksi harga BBM dan LPG subsidi. Pasalnya, sejak konversi minyak tanah ke LPG 3 kilogram, hingga kini pemerintah belum melakukan penyesuaian harga.
Begitu pula dengan Pertalite. Sofyano berharap pemerintah bisa mengoreksi harganya secara bertahap. "Naiknya jangan sekaligus. Bisa dilakukan bertahap misalnya Rp100 per bulan. Lama-lama harganya akan ikut menyesuaikan," kata dia.
Menurut Sofyano, kenaikan harga BBM secara bertahap bisa dilakukan untuk menghindari gejolak sosial di masyarakat. "Jadi, jangan takut pemerintah tidak populer. Kemarin waktu harga (Pertamax) naik, juga tidak menimbulkan gejolak yang berarti," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News