Erick pun menegaskan, kasus di Garuda harus dirombak besar-besaran melalui restrukturisasi dan diselesaikan hingga tuntas.
"Ada kasus korupsi (di Garuda) sudah diproses oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kita harus lakukan itu. Sama seperti kita membenahi Jiwasraya, kan sama. Masa kita menutup mata ketika ada pensiunan di korupsi. (Garuda) ini sama kasusnya di Jiwasraya atau ASABRI," ujarnya di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, dikutip Sabtu, 20 Novemver 2021.
Selain kasus korupsi yang menjerat Garuda, Menteri BUMN ini menyinggung masalah maskapai itu juga pada mahalnya biaya pesawat yang dipatok lessor, sehingga menyebabkan utang segunung sebesar USD6,3 miliar atau sekitar Rp89,8 triliun.
"Dalam konteks ini, Garuda harus melakukan restrukturisasi besar-besaran ketika harga sewa masih terlalu mahal. Kami harus negosiasi ulang," tegas Erick.
Seiring dengan upaya restrukturisasi, maskapai nasional itu diminta fokus untuk menangkap pasar domestik agar menguatkan bisnis perusahaan. Selama pandemi diketahui banyak rute penerbangan internasional yang tutup, hal ini pun membuat sepi penumpang. Tapi, di sisi lain biaya operasi pesawat terus berjalan.
"Kita akan fokus pada domestik market. Kita bandingkan dengan domestik penerbangan di banyak negara, Amerika Serikar misalnya, negara yang sangat besar ini juga fokus pada domestik market," jelasnya.
Kasus Jiwasraya dan ASABRI
Terkait kasus yang menimpa Jiwasraya dan ASABRI, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menerangkan, potensi kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun yang berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, mulai dari 2008 hingga 2018.Kementerian BUMN beberapa waktu lalu pun mengklaim berhasil melakukan restrukturisasi polis Jiwasraya sebesar 94 persen untuk polis Ritel, dan 96 persen untuk polis bancassurance, serta 98 persen untuk polis Korporasi.
Untuk kasus ASABRI, BPK menyebut kerugian negara akibat tindakan korupsi itu mencapai Rp22,78 triliun. Korupsi tersebut diketahui dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan investasi saham dan reksa dana. Sedangkan, kasus korupsi di Garuda menjerat sejumlah direksi sebelumnya. mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, terlibat dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus dan Rolls Royce pada maskapai tersebut.
Emirsyah menjalani pidana penjara delapan tahun. Dalam putusan tingkat kasasi, ia juga dihukum dengan membayar denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan kurungan. Selain itu, Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia 2007-2012, Hadinoto Soedigno, pun tak luput dijerat hukum. Dia divonis dengan pidana delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News