Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan demikian sebab kebijakan ini diterapkan di situasi yang belum membaik. Permintaan pengunjung perhotelan saat ini masih sangat rendah.
"Dengan adanya kebijakan ini akan memperburuk kinerja," kata Yusran kepada Medcom.id, Kamis, 1 Juli 2021.
Ia menyebutkan saat ini tingkat okupansi kamar di hotel masih dikisaran 30 hingga 35 persen. Seharusnya pada periode Lebaran dan pascalebaran tingkat okupansi perhotelan meningkat namun penerapan pembatasan aktivitas masyarakat kembali menekan tingkat okupansi tersebut.
"Namun pergerakan itu tidak melebihi dari apa yang ada. karena demand-nya masih terlalu kecil. Terakhir (tingkat okupansi) masih di 30 persen, rata-rata segitu," ungkapnya.
Tak hanya soal okupansi kamar, lanjut Yusran, penerapan PPKM Darurat ini juga mengikis kinerja fasilitas dan kegiatan hotel lainnya. Hal itu akan membuat pendapatan pada bisnis perhotelan secara keseluruhan turun.
"Pasti akan terjadi kembali merosot. Karena pendapatan hotel enggak dilihat dari kamarnya saja tapi juga dilihat dari kegiatan dan berbagai fasilitas yang diperbaiki. Contohnya kegiatan di fasilitas ballroom, ada meeting, ada pernikahan, itu bagian yang dilarang sekarang," pungkasnya.
Mengutip cakupan dalam penerapan PPKM Darurat yang akan berlangsung mulai 3 Juli 2021 dikatakan, cakupan esensial salah satunya perhotelan masih diperbolehkan beroperasi namun untuk manajemen harus memperlakukan 50 persen WFH dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Kemudian untuk kegiatan resepsi pernikahan dibatasi maksimal hanya dihadiri 30 orang dengan menerapkan protokol kesehatan yang juga ketat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News