Ilustrasi pekerja informal. Foto: MI.
Ilustrasi pekerja informal. Foto: MI.

Sejumlah Tantangan untuk Memperluas Perlindungan Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal

Arif Wicaksono • 07 November 2025 21:49
Jakarta: Upaya memperluas perlindungan jaminan sosial bagi pekerja informal di Indonesia masih menghadapi beragam tantangan. 
 
Presiden DPP Konfederasi Sarbumusi, H. Irham Ali Saifuddin, menilai negara belum sepenuhnya hadir untuk memastikan seluruh pekerja mendapatkan perlindungan sosial, terutama mereka yang bekerja di sektor informal.
 

 
“Masih sekitar 10 persen pekerja informal yang terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan. Artinya jutaan pekerja belum memiliki perlindungan dasar,” ujar Irham.

Ia menegaskan, pemerintah, serikat pekerja, dan masyarakat sipil perlu bekerja bersama memastikan keadilan sosial benar-benar terwujud.
 
Deputi Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, Hendra Nopriansyah, mengakui upaya memperluas cakupan bagi pekerja bukan penerima upah (BPU) merupakan salah satu tantangan utama lembaganya.
 
Hingga Oktober 2025, jumlah peserta aktif BPU baru mencapai 11,5 juta dari total 43,5 juta peserta aktif nasional.
 
“Dari 30,2 juta pekerja rentan, baru 15,4 persen yang menjadi peserta aktif. Sisanya, lebih dari 25 juta orang, masih belum terlindungi,” jelasnya.
 
Hendra menyebut, sejumlah kebijakan pemerintah telah dikeluarkan untuk mempercepat inklusi jaminan sosial, seperti Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2021, Inpres No. 8 Tahun 2025, dan Permendagri No. 15 Tahun 2024. Regulasi tersebut mendorong pemerintah daerah agar menggunakan dana APBD dan APBDes untuk membiayai iuran pekerja rentan.
 
Selain itu, ia menilai Fatwa MUI No. 102 Tahun 2025 sebagai langkah progresif karena memungkinkan dana zakat, infak, dan sedekah digunakan untuk membantu pembayaran iuran pekerja miskin.

Hambatan lapangan

Namun, di lapangan, berbagai hambatan masih mengemuka. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Panasonic Gobel (FSPPG) sekaligus Wakil Ketua Umum Konfederasi Sarbumusi, Djoko Wahyudi, mengungkapkan dari 61 juta pekerja informal, baru sekitar 14 persen atau 8,6 juta orang yang menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan.
 
“Tingkat literasi jaminan sosial masih rendah, pendapatan pekerja informal yang tidak tetap membuat mereka sulit berkomitmen membayar iuran. Ditambah lagi, data kependudukan belum terintegrasi dan akses layanan di daerah masih terbatas,” paparnya.
 
Menurut Djoko, BPJS Ketenagakerjaan perlu melakukan pendekatan yang lebih adaptif. Salah satu strategi yang disarankan adalah memperkuat edukasi berbasis komunitas dan tokoh lokal, menerapkan skema iuran fleksibel seperti harian atau musiman, serta menjalin kerja sama dengan koperasi, BUMDes, dan program CSR perusahaan.
 
“Tujuannya agar perlindungan sosial benar-benar menjangkau semua lapisan pekerja,” tegasnya.
 
Dari sisi internasional, perwakilan International Labour Organization (ILO) Jakarta, Chris Panjaitan, menekankan pentingnya inovasi dan kolaborasi lintas sektor.
 
“Pekerja informal tidak boleh terus berada di pinggiran sistem. Mereka harus menjadi bagian dari perlindungan sosial yang inklusif dan berkeadilan,” katanya.
 
Dengan tingkat informalitas yang masih tinggi dan kesadaran jaminan sosial yang belum merata, tantangan bagi BPJS Ketenagakerjaan tampaknya masih panjang.
 
Namun, sinergi antara pemerintah, serikat pekerja, dan masyarakat diharapkan bisa mempercepat langkah menuju perlindungan sosial yang benar-benar inklusif bagi semua pekerja Indonesia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan