Direktur P3M Sarmidi Husna (paling kanan) saat Dialog Interaktif tentang RPP UU Kesehatan di Hotel Borobudur Indah, Magelang. Dok. Istimewa
Direktur P3M Sarmidi Husna (paling kanan) saat Dialog Interaktif tentang RPP UU Kesehatan di Hotel Borobudur Indah, Magelang. Dok. Istimewa

Petani dan Pekerja Tembakau Menolak RPP UU Kesehatan, Ini Alasannya

Achmad Zulfikar Fazli • 17 November 2023 15:05
Jakarta: Para petani dan pekerja tembakau menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pada Bagian Pengamanan Zat Adiktif (tembakau dan rokok). Pasalnya, sejumlah ketentuan dianggap merugikan sektor pertembakauan.
 
Aturan yang dipertentangkan, di antaranya masalah aturan pelarangan menjual rokok secara terbuka, padahal rokok merupakan produk legal bukan produk ilegal, seperti narkotika/psikotropika atau minuman keras.
 
Kemudian, larangan iklan dan sporsorship terhadap kegiatan sosial keagamaan, dan terdapat rekomendasi dilakukan alih tanam tembakau ke komoditas lain, padahal lahan yang ditanami tembakau seperti daerah Temanggung, Magelang, Jember, Madura, dan lain-lainnya memiliki spesifikasi yang tidak cocok untuk tanaman lain.

Lalu, terdapat rekomendasi penurunan standar tar dalam rokok. Jika ini terjadi, akan ada larangan-larangan membeli tembakau lokal, karena tembakau lokal memiliki tar yang cukup tinggi, sehingga bakal terjadi impor tembakau untuk memenuhi kebutuhan produksi industri rokok, dan masalah-masalah lainnya.
 
Draf RPP UU Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang tembakau dan rokok tersebut, sudah berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan sedang diharmonisasi.
 
“Kalau Kemenkumham menyetujui RPP tersebut, dampaknya akan sangat dirasakan mulai dari petani sampai ke penjual rokok. Karena itu, kita tolak pasal-pasal RPP Kesehatan terkait zat adiktif yang di dalamnya mengatur rokok dan tembakau,” kata Direktur P3M Sarmidi Husna, saat Dialog Interaktif tentang RPP UU Kesehatan di Hotel Borobudur Indah, Magelang, dilansir pada Jumat, 17 November 2023.
 
Baca Juga:Asosiasi Periklanan Kirim Surat Penolakan Aturan Produk Tembakau di RPP Kesehatan

Kekhawatiran muncul terkait pasal-pasal dalam draf RPP yang dianggap eksesif dan berpotensi merugikan industri tembakau. Larangan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan produk tembakau di berbagai media, serta dorongan untuk diversifikasi tanaman, menjadi poin kontroversial yang mendapat penolakan keras dari para petani.
 
Mereka menilai RPP ini tidak hanya menempatkan tembakau pada posisi yang merugikan, tetapi dapat merugikan mata pencaharian sekitar enam juta masyarakat Indonesia yang terlibat dalam ekosistem pertembakauan nasional.
 
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Nurtianto Wisnubroto, mengatakan para petani tembakau tengah dihantui aturan yang tengah digodok, yaitu RPP Kesehatan tentang tembakau. Dalam aturan tersebut, nantinya satu bungkus rokok minimal berisi 20 batang.
 
“Oleh pemerintah, rokok dianggap masih terlalu murah, apalagi perbandingannya dengan Singapura yang harganya kalau dirupiahkan menjadi sekitar Rp140 ribu. Dengan aturan baru nanti, harga rokok menjadi sekitar Rp45 ribu. Tapi pemerintah lupa, UMR di Singapura itu Rp50 juta, sementara di Indonesia rata-rata hanya Rp2,7 juta. Jauh sekali perbandingannya,” ujar Wisnu.
 
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Andreas Hua. Menurut dia, RPP Kesehatan yang menyangkut zat adiktif akan membuat harga rokok semakin tinggi. Hal ini tentu berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
 
“Yang paling terasa dampaknya adalah di industri rokok. Kalau rokok tidak laku, para pekerja akan terkena PHK. Karena itu, FSP RTMM dengan tegas menolak RPP Kesehatan pasal tembakau ini,” ujar dia.
 
Sementara itu, Anggota Komisi IV Panggah Susanto siap mengawal RPP Kesehatan pasal tembakau ini. Menurut dia, jika RPP disahkan, dampaknya akan dirasakan lebih dari enam juta orang yang bekerja di sektor pertembakauan.
 
“Banyak sekali pihak yang terkait masalah tembakau ini. Ada dua juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, enam ribu karyawan industri tembakau, dua juta pelaku ritel dan distribusi,” ungkap dia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan